Praktisi Hukum Nilai Penerapan Denda Rp 1 Juta bagi Gelandang di RKUHP Tepat

Senin, 23 September 2019 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Praktisi hukum Suparji Ahmad menilai panerapan pidana bagi para gelandangan di jalan merupakan hal tepat. Pasalnya, keberadaan mereka selama ini dianggap menggangu ketertiban umum.

Diketahui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengancam hukuman denda bagi gelandangan. Aturan ini dimuat pada Pasal 432 tentang penggelandangan pada draf RKUHP 28 Agustus 2019.

Baca Juga

Tunda Pengesahan RUU KUHP, Langkah Jokowi Sesuai Aspirasi Rakyat

"Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I," demikian bunyi pasal 432 RKUHP Buku II.

Menurut Suparji, tujuan dari penerapan pasal ini adalah untuk mencegah adanya kekukumuhan di suatu wilayah.

Praktisi hukum Suparji Ahmad

"Menciptakan supaya orang tak gelandangan. Supaya orang tertib di masyarakat. Arahnya jadi kesitu," ungkap Suparji kepada Meraputih.com di Jakarta, Senin (23/9).

Pengajar dari Universitas Al Azhar ini menambahkan, jangan dianggap pasal ini sebagai alat mengkriminalisasi siapapun. "Jangan kita lihat ini dari perspektif hukum pidananya. Tapi ini sebagai desain agar masyarakat menjadi lebih baik," imbuh Suparji.

Menurutnya sudah biasa di Pemprov DKI, pengemis dan gelandangan ditangkap lalu dibawa ke Dinas Sosial. Ia menambahkan, aparat penegak hukum pasti akan selektif dalam memproses hukum. Tak bisa serta merta orang yang berpakaian lusuh dan lontang lantung di jalan langsung ditangkap.

Baca Juga

Gerindra Tanggapi Permintaan Presiden Jokowi Tunda Pengesahan RUU KUHP

"Tidak kemudian bisa sembarangan orang dipidanakan karena disebut gelandangan. Harus ada unsur-unsur yang lain seperti menggangu ketertiban umum, didukung alat bukti bahwa dia gelandangan. Tak bisa di langsung ditangkap," ungkap Suparji.

Sementara, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan penerapan pidana denda sebesar Rp1 juta bagi gelandangan sebagaimana tertuang di dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) bertujuan agar pemerintah memberikan perhatian kepada warga negaranya. Menurutnya, lewat RKUHP ini pemerintah diwajibkan memberi perlindungan warga negaranya agar tidak menjadi gelandangan.

"Maksudnya ini undang-undang mengharuskan yang namanya pemerintah melindungi supaya bagaimana gelandangan itu diberi insentif oleh negara, dilindungi oleh negara," kata Nasir kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Dia melanjutkan regulasi ini juga mewajibkan pemerintah untuk mencari dan memberikan solusi terkait gelandangan di Indonesia. Namun, ia berdalih bahwa hukum tidak bisa berdiri sendiri dan gelandangan harus menjadi subyek hukum agar hukum dipatuhi oleh semua pihak.

"Tidak boleh berdiri sendiri. Makanya, negara sebagai negara hukum agar hukum dipatuhi dengan seorang gelandangan, maka orang gelandangan juga harus jadi subyek," ucap politikus PKS itu.

Baca Juga

Paradigma Salah dalam Draft RUU KUHP Menurut Komnas HAM

Sedangkan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyoroti aturan tersebut. Mereka menilai Pasal 432 itu berpotensi menjadi masalah kriminalisasi yang berlebihan.

"Isu yang paling menggelikan [dalam RKUHP] adalah masalah penggelandangan yang diancam dengan pidana denda hingga Rp1 juta," tulis YLBHI melalui keterangan di laman resmi. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan