Selama PPKM Darurat, KSPI Ungkap Banyak Buruh Jadi Korban Terpapar COVID-19
Kamis, 15 Juli 2021 -
Merahputih.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memaparkan lebih dari 10 persen buruh di sektor manufaktur terkonfirmasi COVID-19.
Hal tersebut berdasarkan data dan informasi di lapangan di beberapa perusahaan baik padat karya ataupun padat modal di Jabodetabek, Karawang, Purwakarta, Serang, Cilegon, Batam, Makassar, Gersik, Sidoarjo, Surabaya, Pasuruan, Medan, dan Semarang, Kendal dan beberapa daerah kawasan industri lainnya.
"Mereka bekerja di sektor manufaktur atau pengolahan baik padat karya labor intensif maupun kritikal intensif padat modal, lebih dari 10 persen buruh atau pekerjanya terpapar COVID-19," kata Said, dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/7).
Baca Juga
Satpol PP DKI Sebut Banyak Tempat Hiburan Tutup Jam 9, Buka Lagi pada 11 Malam
Perusahaan bekerjasama dengan Satgas COVID-19 di wilayahnya dengan melakukan tes antigen dan dilanjutkan tes swab PCR yang dibiayai perusahaan. Salah satu contohnya perusaahan di kawasan Purwakarta, 1.700 buruhnya dilakukan tes ditemukan 400-an buruh reaktif dari tes antigen.
Kemudian perusahaan melanjutkan tes PCR dan didapat 200 buruh atau pekerja yang bekerja di perusahaan itu terpapar. Selain itu di daerah lainnya seperti di Bekasi, berdasarkan data KSPI, beberapa perusahaan elektronik multinasional pun mengalami hal yang sama.
Dari puluhan ribu tes yang dilakukan tes antigen dan dilanjutkan swab PCR hampir lebih dari 1.300 orang yang terpapar COVID-19. Selain itu perusahaan pabrik di Tangerang juga rata-rata 10 persen buruh ditemukan positif corona.
Lalu, di Tangerang di perusahaan labor intensif dijumpai rata-rata angka positif COVID-19 mencapai 10 persen. "Itu sangat mengkhawatirkan dan membayangkan kelangsungan dunia usaha dan nyawa buruh," katanya.
Said Iqbal menilai, PPKM Darurat tidak efektif meskipun dilakukannya penyekatan, karena perusahaan manufaktur tersebut masih bekerja 100 persen.

Sebab tidak mungkin pekerja yang bekerja di bidang produksi diberlakukan WFH 50 persen. Karena bagian produksi merupakan satu mata rantai yang tidak bisa dilakukan sebagian. Kecuali pekerja yang bekerja di bagian office.
"Data itu menunjukan itu kenapa penyebaran COVID sekarang klaster buruh atau klaster pabrik, karena tidak mungkin pabrik itu menjaga jarak dalam proses produksinya," katanya.
Ia mengharapkan kepada pemerintah agar menggunakan BPJS Kesehatan untuk mengakses para buruh yang isolasi mandiri karena COVID-19. Termasuk menjalankan program vaksinasi. Ia menilai jika BPJS Kesehatan digerakkan, akan lebih efektif.
Selain bisa tepat sasaran, Iqbal juga menyebut jaringan BPJS Kesehatan jauh lebih lengkap dibanding perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Kimia Farma.
“Karena BPJS jaringannya sangat lengkap, klinik-klinik jaringan BPJS Kesehatan bisa juga lakukan vaksinasi. Mereka (jaringan) tinggal tagih BPJS Kesehatan kalau sudah vaksinasi,” ujarnya.
Baca Juga
Langgar Aturan PPKM, Satpol PP Tutup 7 Rumah Makan dan 1 Tempat Karaoke
Apalagi hampir semua perusahaan berafiliasi dengan BPJS Kesehatan. Sehingga untuk mengakses para pekerja yang memerlukan layanan kesehatan khususnya karena dampak COVID-19 bisa lebih tepat sasaran.
Hanya saja, untuk menindaklanjuti saran tersebut maka pemerintah sebagai regulator harus membuat sebuah payung hukum agar BPJS Kesehatan bisa menjalankan fungsinya itu. “Buat Perpres atau Permenkes berikan jaminan obat dan vitamin kepada buruh yang isoman,” tuturnya. (Knu)