UU TPKS Belum Optimal, DPR Minta Pemerintah Percepat Penerbitan Aturan Turunan

Jumat, 18 April 2025 - Angga Yudha Pratama

Merhputih.com - Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, mendesak agar seluruh pihak tidak hanya mengecam, tetapi juga melakukan perbaikan menyeluruh pada sistem layanan kesehatan yang rentan disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

"Negara harus berpihak pada rakyat dan menindak tegas pelaku yang merusak kepercayaan. Kesejahteraan berawal dari rasa aman dan terhormat, dan ini menjadi tanggung jawab kita bersama," tegas Gilang.

Hal itu dikatakannya setelah marak peristiwa kekerasan seksual, termasuk dugaan pelecehan oleh seorang dokter kandungan di Garut. Ia pun mengimbau setiap korban kekerasan seksual untuk melapor dan mendorong Polisi untuk cepat merespons. Gilang menegaskan peristiwa pencabulan di layanan kesehatan itu sungguh sangat mencederai rasa aman rakyat.

Lebih lanjut, Gilang menyoroti meningkatnya kasus kekerasan seksual belakangan ini, termasuk yang melibatkan tokoh publik atau individu dari profesi yang seharusnya melindungi dan melayani masyarakat.

Baca juga:

Dokter Kandungan Cabul di Garut Jadi Tersangka, Terancam 15 Tahun Penjara

Sejak awal tahun 2025, masyarakat dikejutkan oleh berbagai kasus kekerasan, mulai dari pencabulan anak di bawah umur oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, pelecehan sejumlah mahasiswa oleh seorang guru besar Fakultas Farmasi UGM, pemerkosaan oleh dokter PPDS Universitas Padjadjaran terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, hingga dugaan pelecehan oleh dokter kandungan di Garut dan oknum guru terhadap belasan siswi SD di Depok.

Kasus kekerasan seksual juga sering terjadi di fasilitas umum, termasuk fasilitas kesehatan, dan yang terbaru adalah pelecehan di transportasi massal KRL. Gilang menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi sekecil apapun terhadap tindak kekerasan seksual.

"Saya mengajak masyarakat untuk mengawal setiap kasus kekerasan seksual sampai tuntas, agar tidak terlupakan seiring munculnya kasus baru. Kita harus terus mengawal bersama hingga korban mendapatkan keadilan," ujar Gilang.

"Termasuk kasus mantan Kapolres Ngada, aparat penegak hukum wajib memberikan perkembangan informasi terkini. Ini berlaku untuk semua kasus kejahatan seksual," tambah anggota BKSAP DPR tersebut.

Di sisi lain, Gilang mendorong para korban kekerasan seksual untuk segera melaporkan kejadian yang dialaminya kepada pihak berwajib.

"Jika menjadi korban pelecehan, jangan malu dan takut untuk melapor. Komnas Perempuan juga harus memfasilitasi korban, karena banyak korban merasa malu untuk mengungkapkan pengalaman mereka," ucapnya.

Baca juga:

Modus Dokter Kandungan Cabul di Garut, Ajak Korban ke Kosan untuk Pemeriksaan Medis

"Jika perlu, polisi harus proaktif menjemput bola. Polisi juga harus merespons cepat laporan korban pelecehan, tidak bertele-tele, apalagi sampai menormalisasi kekerasan seksual dan justru menyalahkan atau menyudutkan korban. Hal ini sering terjadi dan membuat korban enggan melapor," lanjut Gilang.

Sejalan dengan itu, Gilang menyoroti belum optimalnya implementasi Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) karena belum semua peraturan turunannya diterbitkan oleh Pemerintah.

"Padahal, amanat UU tersebut menyatakan bahwa semua peraturan turunan UU TPKS harus terbit maksimal dua tahun sejak diundangkan, yang berarti paling lambat tahun 2024 agar dapat diimplementasikan secara efektif," kata Gilang.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan