Teken Permenhub Nomor 18, Pakar: Luhut Membajak Kewenangan Menkes

Selasa, 14 April 2020 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid menilai dari segi teknis yuridis, Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang dikeluarkan Luhut Panjaitan sedikit membajak kewenangan Menkes dalam rangka pengaturan PSBB.

Jika dilihat dari peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Pencegahan Penyebaran Pandemik Virus Corona yang diteken Luhut Binsar Panjaitan tersebut tidak sejalan dan berpotensi bertentangan dengan ketentuan dalam UU tersebut.

Baca Juga:

Polisi Masih Gamang Tindak Kendaraan Pelanggar PSBB

"Sebab, 'leading sector' dalam persoalan penanganan COVID-19 adalah Kemenkes, beserta atribut kewenangan yang sifatnya regulatif, untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan percepatan penanganan COVID-19," ujar Fahri Bachmid dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4).

Bahkan, Permenhub tersebut cenderung tidak responsif dan tidak mengakomodasi semangat keadaan darurat terkait penyebaran COVID-19 yang sangat eskalatif dan masif menyebar ke 34 provinsi di Indonesia.

"COVID-19 ini berdampak pada semua aspek, baik politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan dan keamanan maupun kesejahteraan masyarakat sehingga segala kebijakan negara dan pemerintah hakikatnya wajib berdasar pada paradigma serta nuansa kedaruratan serta keadaan bahaya, jangan lagi membuat kebijakan yang konvensional serta normal," kata Fahri Bachmid.

menkes
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. (ANTARA/Dewanto Samodro)

Dengan PP Nomor 21/2020, sebagaimana dikutip Antara, Menkes diberikan kewenangan untuk mengatur pelaksanaan PSBB dan memberikan pedoman pelaksanaannya, termasuk pengaturan soal pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum maupun pembatasan moda transportasi.

Baca Juga:

Komnas HAM Harap Masyarakat Jangan Jadi Korban Hukum PSBB

"Dengan demikian, sepanjang spirit pengaturan terkait PSBB maka mutlak adanya setiap 'beleid' atau kebijakan hukum yang akan dilakukan oleh badan atau kementerian sektoral lainya wajib berpedoman pada ketentuan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan, sehingga setiap 'regeling' atau peraturan yang dibuat harus sejalan dengan paradigma keadaan kedaruratan kesehatan, bukan yang lain," kata Fahri. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan