Larangan KPK untuk Para Paslon di Pilkada

Minggu, 04 Maret 2018 - Zaimul Haq Elfan Habib

MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah tegas untuk tidak ada lagi para calon kepala daerah atau partai politik menyediakan anggaran untuk saksi. Pasalnya hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan potensi korupsi.

Untuk itu, KPK menyarankan agar saksi-saksi dalam pilkada disediakan sepenuhnya oleh Komisi Pemiliham Umum (KPU). Dengan begitu, besarnya biaya politik oleh tiap paslon pilkada dan partai politik bisa ditekan.

"Kedepan harus ada cara bagaimana semua saksi disediakan oleh KPU gak ada lagi parpol mengeluarkan biaya apapun dengan proses pemilukada kotak suara, saksi semua harus dilakukan oleh KPU," kata Direktur Pendidikan Pelayanan Masyarakat KPK, Sudjanarko di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Sabtu (3/3).

Dia menjelaskan, saat ini dalam proses pilkada serentak, biaya yang mahal memang untuk saksi. Biaya saksi tersebut sampai ratusan miliar dan semuanya dibebankan kepada kandidat. "Kenapa harus saksi besar, karena para kandidat gak percaya dengan saksi yang disiapkan KPU," katanya.

Selain itu, dia juga menekankan agar peran Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) diberi kewenangan yang cukup. Dan supaya lebih sempurna, katanya, KPK perlu diberikan kewenangan untuk menangani korupsi sektor swasta.

"Sekarang rame banget di media di Jombang. Kalau punya ratusan M (miliar, Red) baru ngomong nyalon. Itu fakta biaya itu bukan untuk ketua partai itu untuk saksi. Bayangkan TPS ada berapa saksi dua orang dua ratus ribu perpartai satu TPS berapa juta kali TPS," ungkapnya.

Dengan begitu, kedepannya menurut Sudjanarko, harus ada komitmen semua pihak bisa mempercayai KPU dalam penyediaan saksi. KPU pun secara otomatisharus meningkatkam diri dari sisi kompetensinya.

Disinggung jika saksi dari KPU akan ada penambahan anggaran, dia tidak mempersoalkan hal tersebut. Meskipun ada penambahan anggaran itu akan sedikit dibandingkan dibebankan kepada tiap paslon satu TPS ada sampai 28 orang.

"Tapi kan enggak begitu besar (anggarannya). Dibanding misalnya satu TPS dikeroyok 28 orang. Yang paling utama kan saksi yang harus disediakan kredibel dan dipercaya parpol. Tegas sajalah KPU terutama parpol gak boleh nyediain saksi di TPS dan Kpu dijaga netralitasnya," tegasnya. (*)

Berita ini ditulis berdasarkan laporan Yugie Prasetyo, reporter dan kontributor merahputih.com untuk wilayah Bandung dan sekitarnya. Baca juga berita Yugie dalam artikel berikut: Jokowi Jelaskan Perbedaan Gaya Bisnis Kids Zaman Now dan Generasi Tua

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan