Jejak Kontroversi Irjen Firli: Pergi Bikin Goro-Goro, Balik Lagi ke KPK Jadi Bos
Jumat, 20 September 2019 -
MerahPutih.com - Jenderal bintang dua Firli Bahuri menjadi polisi kedua yang menduduki kursi nomor satu di lembaga antirasuah setelah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertama Irjen (Purn) Taufiequrachman Ruki. Firli bukan orang baru di KPK, karena pernah menjabat Deputi Penindakan selama hampir setahun. Namun, rekam jejak yang kurang sedap memicu kontroversi ketika terpilih menjadi bos baru KPK.
Rekam jejak tak sedap Irjen Firli sempat dibuka internal komisi antirasuah ke publik saat proses seleksi calon pimpinan KPK masih berjalan. Bahkan, KPK membeberkan Firli disebutkan diduga melakukan tiga pelanggaran etik berat saat menjadi Deputi Penindakan KPK pada medio 2018 silam.
Baca Juga:
Goro-Goro di KPK

Penasihat KPK Tsani Annafari menjelaskan Firli melakukan pelanggaran etik berat berdasarkan kesimpulan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK. Kronologi cacat karier Firli di KPK berawal dari pemeriksaan dugaan pelanggaran Firli berdasarkan laporan masyarakat 18 September 2018. Direktorat PI KPK menggelar pemeriksaan sejak 21 September-31 Desember 2018 dan mendapati adanya sejumlah pertemuan antara Firli Bahuri dengan pihak-pihak berperkara di KPK.
"Dua kali pertemuan dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi," kata Tsani, dalam jumpa pers di Gedung KPK, beberapa hari sebelum Firli terpilih sebagai Ketua KPK baru di DPR.
Padahal, KPK tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT NNT tahun 2009-2016 sejak 2 Mei 2018. TGB merupakan salah satu pihak yang diperiksa KPK sebagai saksi penyelidikan tersebut.
Tsani membeberkan Firli hadir dalam acara Harlah GP Ansor ke-84 dan launching penanaman jagung 100 ribu hektare di Bonder, Lombok Tengah, NTB, 12 Mei 2018, yang dihadiri TGB. Terlapor Firli diketahui berangkat ke lokasi menggunakan uang pribadi dan tidak membawa surat tugas dari KPK.
Esok harinya 13 Mei 2018, Firli dan TGB kembali bertemu dalam acara farewell and welcome game tennis Danrem 162/WB di Lapangan Tenis Wira Bhakti. Pertemuan Firli dan bupati terperiksa kasus dugaan korupsi kali ini tanpa izin pimpinan KPK, kata Tsani.

Dugaan pelanggaran etik kedua, Firli pernah menerima Pejabat BPK Bahrullah Akbar di ruang kerjanya, sebelum menjalani pemeriksaan saksi tersangka suap dana perimbangan daerah Yaya Purnomo. Bahrullah pada 8 Agustus 2018 dipanggil penyidik untuk diperiksa. Namun lantaran tidak dapat hadir, maka pemeriksaan dijadwalkan ulang.
Tsani menyatakan, saat penjadwalan pemeriksaan selanjutnya, Firli ditelepon seseorang berinisial NW yang menginformasikan Bahrullah akan ke KPK. Firli didampingi Kabag Pengamanan, menjemput langsung Bahrullah di lobi kantor KPK. Lalu, kata Tsani, keduanya menuju ruangan Firli menggunakan lift khusus.
Bahkan, Firli sempat memanggil penyidik yang terkait kasus yang diduga melibatkan Bahrullah Akbar dalam pertemuan yang berlangsung di dalam ruang kerja Direktur Penindakan selama hampir 30 menit berdasarkan rekaman CCTV KPK.
Kasus dugaan pelanggaran etik terakhir Firli, kata Tsani, yaitu pertemuan dengan seorang pimpinan parpol. Pertemuan itu dilakukan di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018 malam.
Baca Juga:
Tiga Dugaan Pelanggaran Etik Berat Irjen Firli si Ketua KPK Baru
Pada 23 Januari 2019, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) Herry Muryanto menyampaikan laporan ke pimpinan KPK. Pimpinan lalu meminta pertimbangan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK pada 7 Mei 2019. Rapat DPP KPK terkait dugaan pelanggaran etik Firli digelar 17 Mei 2019.
Namun, pada 11 Juni 2019, Polri mengirimkan surat penarikan Firli ke Mabes Polri sebelum DPP KPK mengeluarkan putusan sanksi. Dalam surat Kapolri, dijelaskan Firli dibutuhkan dan akan mendapat penugasan baru di lingkungan Polri. Akibatnya, KPK belum sempat menjatuhkan sanksi kepada Firli karena sudah terlebih dahulu ditarik institusi Polri.
Capim Paling Tajir

Irjen Firli juga tercatat sebagai komisioner terkaya dari 5 pimpinan baru yang dipilih DPR pekan lalu. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Firli dengan tanggal pelaporan 29 Maret 2019 yang diunduh dari situs https://elhkpn.kpk.go.id, deretan total hartanya Rp18.226.424.386, atau sampai 18 miliar rupiah lebih.
Baca Juga:
Deretan harta jenderal polisi bintang dua itu meliputi 8 bidang tanah dan bangunan dengan beragam ukuran di wilayah Bandar Lampung dan Bekasi. Lima kendaraan bermotor, meliputiHonda Vario tahun 2007 dengan nilai Rp 2,5 juta, Yamaha N-Max tahun 2016 senilai Rp 20 juta, mobil Toyota Corolla Altis tahun 2008 senilai Rp 70 juta, Kia Sportage 2.0 GAT tahun 2013 senilai Rp 140 juta, dan yang paling mahal Toyota LC Rado tahun 2010 dengan bandrol Rp 400 juta. Firli juga memiliki simpanan berupa kas dan setera kas Rp Rp 7.150.424.386 (7,1 miliar).
Firli mengurus laporan kekayaannya terakhir dalam jabatannya sebagai Deputi Penindakan KPK, dari April 2018 hingga Juni 2019. Harta belasan miliar rupiah itu diklaim berasal dari warisan dan penghasilannya selama mengabdi di korps bhayangkara selama hampir 30 tahun sejak lulus dari Akademi Polisi (Akpol) Angkatan 1990. Sebagai pembanding berdasarkan, Firli dengan pangkat terakhir saat ini bintang dua atau Irjen mendapat gaji pokok perbulannya antara Rp3.290.500 – Rp5.576.500 (masa kerja 0-32 tahun). Namun, angka ini tentu masih di luar tunjangan jabatan dan lain-lain yang diterima Firli setiap bulannya.
Kritik OTT KPK

Kontroversi lainnya saat seleksi Firli sempat menyinggung tidak sreg dengan operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjaring beberapa pejabat negara. Menurut dia, OTT yang dilakukan KPK masih salah dalam menangani tindak pidana korupsi.
Ketua KPK baru itu sudah menyiapkan program andalan untuk membenahi kinerja lembaga antirasuah: pembangunan sumber daya manusia KPK, pembangunan sistem mitigasi, penguatan pemulihan aset negara, penguatan kerja sama antarlembaga negara dan menggenjot pengembalian kerugian negara akibat korupsi
"Karena sesungguhnya tujuan penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi tidak hanya menghukum seseorang, tidak hanya memasukkan seseorang dalam penjara. Tapi yang paling penting adalah bagaimana kita bisa mengurangi kerugian negara," kata Firli saat pemaparan visi misi.
Baca Juga:
Jawab Filri, Pimpinan KPK Tegaskan OTT Sama Pentingnya Dengan Pencegahan
Bisa 2 Tahun Pimpin KPK Berstatus Polisi Aktif

Mabes Polri membuka kemungkinan Firli bisa mencetak sejarah satu-satunya perwira polisi aktif yang menjadi Ketua KPK. Koropenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan ketua baru lembaga antirasuah itu kini berusia 56 tahun, sehingga masih ada 2 tahun lagi sebelum memasuki usia pensiun.
"Beliau kelahiran tahun 1963, saat ini usianya masih 56 tahun. Artinya masa pengabdian masih dua tahun lagi," kata Dedi, kepada wartawan di Mabes Polri, baru-baru ini.
Dedi menjabarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Penugasan Anggota Kepolisian Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi, menjadi dasar anggota polisi berdinas di luar lembaga Bhayangkara. Artinya, kata dia, pelantikan Firli sebagai Ketua KPK tidak akan menggugurkan statusnya sebagai Perwira Tinggi Polri.
Namun, Dedi menjelaskan Firli juga memiliki hak untuk mengundurkan diri sebagai anggota aktif Polri jika dilantik menjadi Ketua KPK pada Desember mendatang. Hanya saja, lanjut dia, sampai saat ini belum ada informasi atau kabar tentang surat pengunduran diri dari Firli.
"Ada 15 kementerian dan lembaga di situ (Perkap Nomor 4 Tahun 2007). TNI-Polri bisa melaksanakan karier di situ. Kalau yang bersangkutan mengundurkan diri itu (pilihan) personal," kata Dedi di Mabes Polri beberapa waktu lalu.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Penugasan Anggota Kepolisian Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi, menjadi dasar anggota polisi berdinas di luar lembaga Bhayangkara.
Baca Juga:
Menurut Dedi, pengangkatan Firli sebagai Ketua KPK tidak akan menggugurkan statusnya sebagai Perwira Tinggi Polri. Dia menambahkan hingga kini belum ada surat pengunduran diri dari pria yang kini menduduki jabatan Kapolda Sumatera Selatan (Sulsel) itu. Hanya saja, Mabes Polri memastikan jabatan Kapolda Sumsel akan dimutasi sebelum pelantikan Firli menjadi bos KPK.
"Ada 15 kementerian dan lembaga di situ (Perkap Nomor 4 Tahun 2007). TNI-Polri bisa melaksanakan karier di situ. Kalau yang bersangkutan (Irjen Firli) mengundurkan diri itu (pilihan) personal," tegas salah satu Juru Bicara Mabes Polri itu.
Masuk Istana Dekat Presiden dan Wapres

Untuk diketahui, Firli memang memilki karier yang cukup moncer di kepolisian sejak lulus Akpol tahun 1990. Pria kelahiran Prabumulih, Sumsel, 8 November 1963 itu tercatat sempat menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur pada 2001. Pada 2005, Firli menduduki jabatan Kasat III Ditreskrimum di Polda Metro Jaya, sebelum menjabat Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2006 dan 2007.
Dua tahun kemudian, Firli kembali ke Polda Metro Jaya sebagai Wakapolres Metro Jakarta Pusat. Kepercayaan terus mengalir hingga Firli akhirnya masuk Istana, ketika didapuk menjadi Asisten Sespri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010. Keluar dari istana, lantas memegang jabatan Direskrimsus Polda Jateng tahun 2011. Namun, Firli kembali sukses masuk istana menjadi ajudan Wakil Presiden (Wapres) RI saat itu Boediono pada 2012. Boediono sendiri sempat terseret-seret kasus dugaan korupsi dana Bail Out Bank Century yang masih diusut KPK sampai saat ini.
Baca Juga:
Lepas dari Istana, karier Firli makin bersinar. Dia pernah menjadi Deputi Penindakan KPK, Kapolda Nusa Tenggara Barat, Wakapolda Jawa Tengah dan Wakapolda Banten, hingga sekarang terakhir menjadi Kapolda Sumsel, tanah kelahirannya sendiri. Puncak kariernya tentu saja ketika terpilih menjadi Ketua KPK 2019-2023 dalam uji kepatutan dan kelayakan yang digelar Komisi III DPR RI, Jumat (13/9) malam sepekan lalu. Bahkan, Firli sukses menyapu bersih 100 persen total suara 56 anggota Komisi III DPR, yang memiliki hak mengajukan 3 nama komisioner KPK terpilih.
Kalangan Sipil Belajar Lagi

Terlepas dari segala kontroversi Irjen Firli menjadi bos baru 'Kuningan', ada sisi positif lain yang bisa diambil publik sebagai disampaikan Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta. Menurut dia, banyak tokoh Polri yang menduduki jabatan strategis di pemerintah bukan masalah. Malah, dia menyindir fakta ini seharusnya menjadi pecut bagi kalangan sipil untuk berprestasi dalam berkompetisi.
"Justru harusnya hal ini menjadi pemicu bagi masyarakat sipil untuk meningkatkan kualitasnya sehingga mampu bersaing dengan kader-kader dari TNI-Polri," kata Stanislaus, kepada MerahPutih.com, Jakarta, Rabu (18/9).
Baca Juga:
Irjen Firli Digadang Calon Kuat Ketua KPK, IPW: Barisan Novel Baswedan Gentar
Stanislaus menilai sampai saat ini kader korps Polisi dan TNI memang masih dibutuhkan di institusi sipil. Menurut dia, kader dari TNI dan Polri dalam beberapa hal lebih unggul dari sipil karena memang mempunyai disiplin yang tinggi dan jaringan yang kuat. "Hal tersebut yang sulit ditandingi oleh masyarakat sipil," tegas peraih program Doktoral Ilmu Intelijen Universitas Indonesia (UI) itu.

Apalagi, kata Stanislaus, keberadaan anggota TNI-Polri yang masih aktif maupun purna yang punya jabatan di luar organisasi asal tidak perlu dipermasalahkan selama tidak melanggar aturan yang berlaku. Dalam kasus Firli, lanjut dia, harusnya publik tak perlu ragu dengan Firli dalam membuat gebrakan baru dalam aksi pemberantasan korupsi, karena Kapolda Sumatera Selatan itu sudah melalui proses pansel yang sangat ketat.
"Pansel sudah selektif. Firli bukan orang baru di KPK dia pernah di sana. Kalau dia mempertanyakan ada pelanggaran etik itu sudah clear. Dan pansel sudah menyatakan kalau itu sudah clear. Secara konsttusi pak Firli sudah siap dan sah menjadi pimpinan KPK," tutur ahli intelijen itu.
Bisa jadi saran pakar Intelijen itu benar, Firli bakal membuat gebrakan di KPK. Kalangan sipil pun harus mawas diri meningkatkan kualitasnya dalam persaingan mengisi jabatan pimpinan lembaga negara dengan kalangan Polri dan TNI. Buktikan kualitas kalangan sipil tidak kalah bagus. Tentu saja dengan catatan tak ada kepentingan politik selama proses seleksi. Kalau ada yang sama saja, di ujung akhir proses seleksi tetap wasalam...
(Kanugrahan)
Baca Juga: