Ini Harus Dilakukan Orang Tua saat Anak Isolasi Mandiri

Sabtu, 03 Juli 2021 - Iftinavia Pradinantia

SERANGAN COVID-19 tidak pandang bulu. Mulai dari lansia hingga anak-anak. Jika sebelumnya anak-anak tidak berisiko terserang COVID-19, data terbaru justru menunjukkan hal berbeda. Ketua Umum IDAI, Prof. Dr. Aman B Pulungan menyebut 1 dari 8 kasus COVID-19 terjadi pada usia anak-anak.

Rinciannya ialah sebanyak 12,6 persen berasal dari kelompok usia anak-anak. Kelompok usia 7-12 tahun sebesar 28.02 persen, kelompok usia 13-15 tahun sebesar 19,92 persen dan 16-18 tahun sebesar 25,23 persen. Sementara angka kematian yang disebabkan COVID-19 terjadi pada rentang usia 0-2 tahun yakni sebesar 0,81 persen. Kelompok usia tertinggi kedua yakni direntang usia 16-18 tahun sebanyak 0,22 persen dan di posisi ketiga kelompok usia 3 - 6 tahun sebesar (0,19 persen).

Baca juga:

Teknik Pronasi Atasi Sesak Napas Pasien COVID-19

Penanganan pertama saat si kecil terjangkit COVID-19 sama seperti orang dewasa, yakni isolasi mandiri. Hal tersebut tentu membuat orang tua khawatir karena anak-anak tidak bisa melakukan isolasi secara mandiri dan butuh pendampingan. Selain itu, para orang tua tentu bingung tahapan isolasi mandiri untuk anak.

Isolasi mandiri
Isolasi mandiri. (Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia)

Menurut Ikatan Dokter Indonesia ada sejumlah syarat yang harus diperhatikan sebelum si kecil menjalani isolasi mandiri. Beberapa yakni tidak bergejala (asimptomatik), gejala ringan (batuk, pilek, demam, diare, muntah, ruam-ruam), anak masih aktif, menerapkan etika batuk, memantau gejala, dan pemeriksaan tubuh dua kali sehari yang dilakukan pada pagi dan malam hari. Selain itu, penting untuk memastikan ventilasi rumah cukup baik.

Baca juga:

Cara Tepat Lakukan di Rumah untuk Atasi Sesak Napas Pasien COVID-19

Isolasi mandiri

Isolasi mandiri. (Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia)

Orang tua atau pengasuh disarankan yang risiko rendah terhadap gejala berat COVID-19. Jika ada anggota keluarga yang positif, maka dapat diisolasi bersama si kecil. "Jika status COVID-19 antara anak dan orang tua berbeda, disarankan tidur di kasur terpisah. Jarak idealnya 2 meter," tutur representatif Ikatan Dokter Anak Indonesia.

isoman

Tahapan isolasi mandiri anak. (Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia)

Selama anak menjalani isolasi mandiri, ada sejumlah alat dan obat-obatan yang harus tersedia di rumah. Alat yang harus ada yakni termometer untuk mengukur suhu dan oxymeter untuk mengukur saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Sementara jenis obat-obatan yang harus ada di P3K rumah adalah obat demam, zink dan multivitamin. Multivitaminnya adalah vitamin C dan D3.

Umumnya, gejala akan hilang dalam 14 hari. Dianjurkan melakukan pemeriksaan swab ulang 10 hingga 14 hari setelah swab pertama dinyatakan positif. Bila tidak memungkinkan untuk pemeriksaan swab, disarankan untuk melakukan isolasi 10 hari setelah bebas gejala. "Pada pasien dengan gejala berat atau pasien kronik, umumnya masa menular lebih panjang, sehingga dokter yang akan menentukan kapan isolasi selesai," ujarnya lagi.

Namun, orang tua perlu waspada jika anak menunjukkan sejumlah gejala seperti anak banyak tidur, napas cepat, ada cekungan di dada, saturasi oksigen di bawah 95 persen, mata merah, ruam, leher bengkak, demam di atas tujuh hari, tidak bisa makan minum, dan terjadi penurunan kesadaran. (avia)

Baca juga:

Persiapkan Kebutuhan Pokok Ini Sebelum PPKM Darurat

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan