Ini Harus Dilakukan Orang Tua saat Anak Isolasi Mandiri


Dampingi si kecil saat ia isolasi mandiri. (Sumber: Pexels/Polina Tankilevitch)
SERANGAN COVID-19 tidak pandang bulu. Mulai dari lansia hingga anak-anak. Jika sebelumnya anak-anak tidak berisiko terserang COVID-19, data terbaru justru menunjukkan hal berbeda. Ketua Umum IDAI, Prof. Dr. Aman B Pulungan menyebut 1 dari 8 kasus COVID-19 terjadi pada usia anak-anak.
Rinciannya ialah sebanyak 12,6 persen berasal dari kelompok usia anak-anak. Kelompok usia 7-12 tahun sebesar 28.02 persen, kelompok usia 13-15 tahun sebesar 19,92 persen dan 16-18 tahun sebesar 25,23 persen. Sementara angka kematian yang disebabkan COVID-19 terjadi pada rentang usia 0-2 tahun yakni sebesar 0,81 persen. Kelompok usia tertinggi kedua yakni direntang usia 16-18 tahun sebanyak 0,22 persen dan di posisi ketiga kelompok usia 3 - 6 tahun sebesar (0,19 persen).
Baca juga:
Penanganan pertama saat si kecil terjangkit COVID-19 sama seperti orang dewasa, yakni isolasi mandiri. Hal tersebut tentu membuat orang tua khawatir karena anak-anak tidak bisa melakukan isolasi secara mandiri dan butuh pendampingan. Selain itu, para orang tua tentu bingung tahapan isolasi mandiri untuk anak.

Menurut Ikatan Dokter Indonesia ada sejumlah syarat yang harus diperhatikan sebelum si kecil menjalani isolasi mandiri. Beberapa yakni tidak bergejala (asimptomatik), gejala ringan (batuk, pilek, demam, diare, muntah, ruam-ruam), anak masih aktif, menerapkan etika batuk, memantau gejala, dan pemeriksaan tubuh dua kali sehari yang dilakukan pada pagi dan malam hari. Selain itu, penting untuk memastikan ventilasi rumah cukup baik.
Baca juga:
Cara Tepat Lakukan di Rumah untuk Atasi Sesak Napas Pasien COVID-19

Isolasi mandiri. (Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia)
Orang tua atau pengasuh disarankan yang risiko rendah terhadap gejala berat COVID-19. Jika ada anggota keluarga yang positif, maka dapat diisolasi bersama si kecil. "Jika status COVID-19 antara anak dan orang tua berbeda, disarankan tidur di kasur terpisah. Jarak idealnya 2 meter," tutur representatif Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Tahapan isolasi mandiri anak. (Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia)
Selama anak menjalani isolasi mandiri, ada sejumlah alat dan obat-obatan yang harus tersedia di rumah. Alat yang harus ada yakni termometer untuk mengukur suhu dan oxymeter untuk mengukur saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Sementara jenis obat-obatan yang harus ada di P3K rumah adalah obat demam, zink dan multivitamin. Multivitaminnya adalah vitamin C dan D3.
Umumnya, gejala akan hilang dalam 14 hari. Dianjurkan melakukan pemeriksaan swab ulang 10 hingga 14 hari setelah swab pertama dinyatakan positif. Bila tidak memungkinkan untuk pemeriksaan swab, disarankan untuk melakukan isolasi 10 hari setelah bebas gejala. "Pada pasien dengan gejala berat atau pasien kronik, umumnya masa menular lebih panjang, sehingga dokter yang akan menentukan kapan isolasi selesai," ujarnya lagi.
Namun, orang tua perlu waspada jika anak menunjukkan sejumlah gejala seperti anak banyak tidur, napas cepat, ada cekungan di dada, saturasi oksigen di bawah 95 persen, mata merah, ruam, leher bengkak, demam di atas tujuh hari, tidak bisa makan minum, dan terjadi penurunan kesadaran. (avia)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak

Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas

Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan

Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

Bunda, Coba deh Lavender & Chamomile untuk Tenangkan Bayi Rewel secara Alami

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
