Gerak Fisik Cegah Sarkopenia
Selasa, 04 Juli 2023 -
SELAIN osteoporosis, salah satu risiko penyakit yang mengincar para lansia ialah sarkopenia. Itu merupakan penyakit penurunan massa dan kualitas otot yang menyebabkan penderitanya sulit beraktivitas fisik. Menurut jurnal Acta Medica Indonesiana, satu dari lima lansia di atas 40 tahun diprediksi mengalami penyakit sarkopenia.
Saat ditemuai Merahputih.com, Minggu (2/7), ahli bidang geriatri Dr. dr. Nina Kemala Sari, SpPD-KGer, MPH membagikan kiat untuk mencegah risiko timbulnya sarkopenia. Menurutnya, penyakit ini muncul karena penderitanya sebelumnya sangat kurang bergerak, kurang menjalanakan aktivitas atau latihan fisik serta kurangnya asupan nutrisi seperti protein.
Menurut Nina, yang juga Ketua PP Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi), penyakit sarkopenia umumnya terjadi pada lansia seiring bertambahnya usia. Pada periode itu, massa otot terus mengalami penurunan secara bertahap.
Baca juga:
Mengenal Lebih Jauh tentang Sarkopenia di Car Free Day Jakarta

Kondisi terbaik massa otot manusia umumnya berlangsung pada usia 20 hingga 30 tahun. Ketika memasuki usia 30 tahun, massa otot akan berkurang 2 sampai 3 persen per dekade. Kemudian di usia 40 tahun pengurangan massa otot mencapai 8 persen per dekade. Hingga pada usia 70 tahun tingkat penurunan massa otot akan mencapai hingga 15 persen per dekade.
Nina mengatakan sarkopenia bisa menjangkiti perempuan, oang dengan sejumlah penyakit kronis tertentu, hingga pasien yang mengonsumsi beberapa jenis obat. “Mereka yang lebih mudah untuk bisa sarkopenia yaitu usia lanjut 60 tahun ke atas, perempuan, mereka yag punya penyakit kronis seperti paru-paru, gagal ginjal, kencing manis, dan berbagai penyakit kronis lainnya serta konsumsi beberapa jenis obat,” jelas Nina.
Selain itu, Nina juga mengingatkan bagi orang-orang yang memiliki gaya hidup sedentary atau minim intensitas bergerak menjadi salah satu penyebab utama kemunculan risiko sarkopenia, terutama bila berlangsung selama lebih dari enam jam dalam sehari. Gaya hidup itu umumnya dijalankan para pegawai kantor yang menghabiskan waktunya tanpa banyak bergerak. Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik seperti berjalan atau naik turun tanggal di sela rutinitas kerja.
“Perbanyak jalannya. Jangan sampai benar-benar delapan jam itu duduk. Itu sudah masuk dalam gaya hidup sedentary,” lanjut perempuan yang juga menjadi dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Maka dari itu, Nina menyarankan untuk melakukan latihan fisik yang bisa dilakukan agar bisa mencegah risiko penyakit sarkopenia, antara lain olahraga aerobik dan olahraga resistensi seperti mengangkat beban yang idealnya dilakukan selama satu jam dalam sehari sebanyak lima kali per minggu.
“Saran dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) 150 sampai 300 menit per minggu. Olahraganya bervariasi ada aerobik untuk kekuatan otot, tulang, dan jantung kemudian ada olahraga resistensi untuk membentuk massa otot kembali,” lanjut Nina.
Baca juga:
Mengenal Penyakit Sarkopenia dan Cara Menghindarinya

Jangan lupa untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan protein berkualitas tinggi yang bersumber dari daging, telur, serta kacang-kacangan.
“Protein dengan nilai biologis tinggi atau protein yang kualitas tinggi artinya dia itu asam amino esensial yang harus disuplai dari luar, tidak dibentuk sendiri oleh badan. Bersumber dari daging ikan, daging sapi, daging ayam, telur, dan aneka kacang-kacangan,” tuturnya.
Nina juga membagikan cara untuk mendeteksi gejala penyakit sarkopenia. Ia menyebut ada dua metode yang bisa digunakan. Pertama ialah denga memeriksa ukuran lingkar betis.
“Kalau laki-laki di bawah 34 sentimenter lingkar betisnya dan perempuan di bawah 33 sentimenter itu harus diperiksa,” jelasnya.
Kemudian metode kedua ialah melakukan pemeriksaan medis jika telah mengalami beberapa gejala seperti mudah lelah saat melakukan kegiatan yang membutuhkan kekuatan otot dan berkurangnya berat badan. (far)
Baca juga: