Tren Ramah Lingkungan Belum Mampu Kalahkan Efek Rumah Kaca

Senin, 25 November 2019 - P Suryo R

TEKNOLOGI canggih seperti turbin tenaga angin, panel tenaga surya, dan kendaraan listrik berkembang sangat cepat. Lebih cepat dari perkiraan para pakar lingkungan dan teknologi. Sayangnya meskipun pertumbuhannya cepat namun dinilai masih lamban dalam menangani efek rumah kaca dan mengontrol pemanasan global.

Celakanya kebijakan energi yang ada saat ini dapat menyebabkan efek rumah kaca global terus meningkat dalam 20 tahun ke depan, demikian laman nytimes menuliskan. Kebutuhan dunia pada energi terus naik. Kemudian pertambahan energi yang dapat diperbaharui sejauh ini tidak cepat untuk memenuhi semua kebutuhan. Alhasil, penggunaan bahan bakar fosil, khususnya gas alam, terus meningkat.

Baca Juga:

Bahan baju yang Ramah lingkungan, Saatnya Berubah Lebih Baik


Kebutuhan batu bara

lingkungan
Batu bara yang sudah mulai ditinggalkan. (Foto: Pexels/Tom Fisk)

Menurut laman nytimes, konsumsi batu bara dunia mengalami penurunan dalam kebutuhan pembangkit listrik. Negara-negara seperti India menemukan kombinasi panel surya dan penyimpanan baterai sebagai cara yang lebih murah untuk menghasilkan listrik.

Laporan tersebut memprediksikan bahwa energi yang dapat diperbarui seperti angin, matahari dan tenaga air akan mengalahkan batu bara dalam memenuhi kebutuhan listrik dunia di tahun 2030. Meskipun gas alam dinilai masih menghasilkan banyak emisi, tapi siap untuk memotong pangsa pasar batu bara.

Meskipun demikian ratusan pembangkit batu bara di Asia yang rata-rata baru berusia 12 tahun, masih mampu beroperasi selama beberapa dekade mendatang. Dengan demikian dunia akan sangat sulit mengurangi emisi gas rumah kacanya dengan cepat. Kecuali pabrik-pabrik membatasi atau berhenti beroperasi.


Angin

angin
Energi yang dapat diperbaharui dipakai secara global. (Foto: unsplash/Vitor Pinto)


Banyak perusahaan energi baru-baru ini membangun turbin besar di lepas pantai. Hembusan angin pantai yang kuat menjadi energi baru yang terus dikembangkan. Biaya pembangunannya jauh lebih murah, membuat teknologi ini menjadi pilihan menarik bagi beberapa negara.

Energi angin lepas pantai sekarang memasok 2 persen listrik Uni Eropa dan diharapkan produksi meningkat sembilan kali lipat pada tahun 2040. Perusahaan juga merencanakan penggunaan energi angin lepas pantai di Amerika Serikat, Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang. Jika pengembang bisa melakukan penyesuaian pada regulasi pemerintah, angin lepas pantai bisa menjadi media vital untuk memangkas emisi di tahun-tahun kedepan.


Baca Juga:

Jadilah Wisatawan yang Menerapkan Konsep Pariwisata Ramah Lingkungan

S.U.V Vs mobil listrik

lingkungan
Konsumen di seluruh dunia membeli 2 juta mobil listrik. (Foto: Pixabay/geralt)

Tahun lalu, konsumen di seluruh dunia membeli 2 juta mobil listrik. Hal ini didorong oleh penurunan biaya baterai dan insentif kendaraan yang menarik di tempat-tempat seperti Tiongkok dan California. Diperkirakan bahwa penggunaan tertinggi bensin dan diesel global untuk mobil terjadi pada pertengahan 2020-an.

Walaupun ketika negara-negara mempromosikan mobil listrik, pembelian S.U.V dengan konsumsi bensin lebih besar malah meningkat di Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok dan India. Hari ini S.U.V terjual 42 persen di seluruh dunia.


Efisiensi energi

lingkungan
Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan energi. (Foto: Unsplash/Zbynek Burival)


Selain beralih ke sumber energi ramah lingkungan, banyak negara dapat menekan emisi dengan meningkatkan efisiensi energi pabrik, rumah, dan kendaraan mereka lewat kebijakan seperti regulasi bangunan dan standar ekonomi bahan bakar. Pada 2018, intensitas energi ekonomi global, ukuran efisiensi, naik hanya 1,2 persen. Ini adalah salah satu tingkat yang paling lambat dalam beberapa tahun. (lgi)


Baca Juga:

Apakah Mobil Elektrik Benar-Benar Ramah Lingkungan?

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan