Pemerintah Diminta Percepat Bentuk Lembaga Perlindungan Data Pribadi

Kamis, 06 Februari 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Pemerintah diminta untuk mempercepat pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP) hal itu agar Undang-Undang PDP benar-benar bisa dijalankan dengan otoritas kelembagaan yang jelas.

Pentingnya Lembaga PDP berdiri secara independen untuk menghindari intervensi saat menjalankan tugas-tugas dan kewenangannya.

"Meski Lembaga PDP ini dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden, namun lembaga ini tidak boleh menjadi subordinasi eksekutif atau berada di bawah kementerian, mengingat UU PDP tidak hanya mengikat sektor-sektor swasta, tapi juga lembaga publik," ujar Ketua Komisi Rekomendasi Konbes NU 2025 Ulil Abshar Abdalla, Kamis (6/2).

Baca juga:

Menteri Meutya Hafid Prioritaskan Perlindungan Data Pribadi dan Internet Ramah Anak

Ulil menyebut, UU PDP yang sudah disahkan pada tahun 2022 tidak akan berjalan efektif tanpa adanya lembaga PDP sebagai pemegang otoritas yang bertugas melindungi keamanan data masyarakat di dunia digital.

"Keberadaan Lembaga PDP sebagai data protection authority (otoritas keamanan data) akan menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap data pribadi," tuturnya.

Ulil juga menyoroti kebocoran data pribadi yang selama ini banyak terjadi di lembaga-lembaga pemerintah. Untuk itu, dengan kewenangan-kewenangan yang dimiliki, lembaga PDP harus didesain dengan kuat dan independen.

Lembaga PDP ini, tidak harus benar-benar baru, tetapi bisa mentransformasi lembaga yang sudah ada, misalnya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dengan memberi kewenangan-kewenangan baru sebagaimana diamanatkan dalam UU PDP.

Baca juga:

Singapore Exchange Kecolongan, Data Palsu Digunakan untuk IPO Saham

"Kewenangan lain yang sekarang ini dipegang kementerian/lembaga bisa diintegrasikan dalam lembaga PDP ini agar terhindar dari tumpang tindih," tuturnya.

Konbes NU juga merekomendasikan agar DPR RI dan pemerintah segera menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang belum disahkan setelah melewati proses yang panjang.

"Nahdlatul Ulama mendorong DPR RI dan Pemerintah untuk memasukkan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke dalam prolegnas (program legislasi nasional) untuk segera dibahas dan disahkan," ujar Ulil.

Ia menegaskan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset perlu pelibatan serta dukungan publik yang kuat dan bermakna.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan