Transfer Data ke AS Tanpa Jaminan Hukum, Indonesia Terancam Kehilangan Kedaulatan

Gedung DPR RI. (Foto: MerahPutih.com/Dicke Prasetia)
Merahputih.com - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, mengapresiasi kesepakatan negosiasi delegasi Indonesia dengan Amerika Serikat, terutama penurunan tarif ekspor Indonesia menjadi 19%. Namun, ia menyoroti pentingnya kehati-hatian terkait poin transfer data WNI ke AS.
“Bahwa tim negosiator Indonesia jangan sampai menyetujui skema transfer data lintas batas tanpa adanya jaminan perlindungan hukum yang memadai, terutama karena AS belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi (UU PDP) di tingkat federal yang seperti GDPR di Eropa, yang ada hanya UU PDP di beberapa negara bagian AS,” ujar Sukamta dalam keterangan tertulis, Jumat (25/7).
Sebagai informasi, GDPR adalah regulasi Uni Eropa yang bertujuan memberikan kendali lebih besar kepada individu atas data pribadi mereka, dengan sanksi denda yang besar bagi pelanggar.
Baca juga:
Imparsial Kritik Rencana Transfer Data Pribadi WNI ke AS, Sebut Langgar Hak Privasi Warga
Politisi PKS ini menekankan bahwa transfer data pribadi bukan sekadar isu perdagangan, melainkan juga menyangkut kedaulatan digital, keamanan nasional, dan keadilan ekonomi.
Ia menyarankan agar mekanisme transfer data tunduk pada UU PDP Indonesia, khususnya Pasal 56, yang mensyaratkan perlindungan hukum timbal balik, termasuk hak audit bagi otoritas Indonesia dan kontrol penuh atas data strategis warga negara. Jika syarat ini tidak terpenuhi, Pengelola Data Pribadi harus memperoleh izin dari subjek data.
Sukamta mendorong tim negosiator Indonesia untuk memahami konteks kedaulatan data dan UU PDP yang berlaku. Ia berharap negosiator dapat merundingkan isu transfer data secara detail dan memastikan kedaulatan data (data sovereignty) ditegaskan dalam perjanjian.
Baca juga:
Istana Klarifikasi Pertukaran Data dengan AS, Komisi I DPR Minta Transparansi
Hal ini penting untuk memastikan data warga tetap berada dalam yurisdiksi hukum nasional, bahkan jika diproses di luar negeri, sebagaimana diatur dalam UU PDP Pasal 2.
“Ini juga sekaligus menjadi momentum bagi Indonesia untuk segera menyelesaikan penyusunan aturan-aturan turunan dari UU PDP seperti Peraturan Pemerintah (PP) PDP dan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembentukan Lembaga OPDP. Karena waktu pembentukan lembaga sudah terlambat 9 bulan dari seharusnya maksimal Oktober 2024 lalu,” pungkasnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
DPR dan Pemerintah Sepakati 52 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Termasuk Perampasan Aset dan PRT

DPR Dorong OJK Perketat Pengawasan Bank Himbara dan Prioritaskan Kredit UMKM

Prabowo Lantik Djamari Chaniago Jadi Menko Polkam, PKS Ingatkan Tantangan Berat

Revisi UU LPSK Dorong Restitusi Diperluas Hingga Pemulihan Hak Korban secara Menyeluruh

DPR Sebut Stok BBM Aman, Kelangkaan di SPBU Swasta Hanya Terjadi di Jabodetabek

Ketua Baleg DPR Pastikan RUU Perampasan Aset Dibahas Tahun ini, Tekankan Transparansi Publik

Pemerintah Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Canggih Berbasis Integrasi Data

Bukan Tugas Enteng, Menkopolkam Djamari Chaniago Diharap Jaga Stabilitas Politik dan Keamanan di Tengah Krisis Kepercayaan Publik

[HOAKS atau FAKTA] : PBB Nyatakan DPR Ilegal karena Terindikasi Korupsi Sistematis
![[HOAKS atau FAKTA] : PBB Nyatakan DPR Ilegal karena Terindikasi Korupsi Sistematis](https://img.merahputih.com/media/a9/91/49/a991495b03e20378128fb67be1fca0df_182x135.png)
Temuan Ribuan Dapur Fiktif Program MBG, BGN Didesak Buka Daftarnya ke Publik
