KPPI Bahas RUU Pemilu di Rekernas II

Jumat, 26 Februari 2021 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) menggelar Rapat Kerja Nasional (rakernas) II pada 26-28 Februari. Rakernas akan dhadiri 32 perwakilan DPD KPPI se-Indonesia, pendiri, dewan kehormatan, pakar, pengurus dan organisasi perempuan beragam bidang.

Sesuai dengan disiplin protokol kesehatan, Rakernas KPPI hanya dihadiri sedikit peserta yang digelar di Hotel Morrissey, Jakarta Pusat. Rakernas tersebut juga memfasilitasi peserta dan peminat lainnya secara daring.

Baca Juga

PKS Sebut Ada Invisible Hand di Balik Penolakan RUU Pemilu

Ketua Umum DPP KPPI, Dwi Septiawati Djafar mengatakan, akan memanfaatkan momentum rakernas untuk mensosialisasi dan mengedukasi keterwakilan perempuan dalam kancah politik nasional.

"Hal tersebut akan disampaikan pada jajaran pengurus DPD KPPI seluruh Indonesia, para pemangku kepentingan dan perempuan politik Indonesia," kata Dwi dalam keterangannya, Jumat (26/2)

Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI)

Dwi menegaskan, salah satu misi KPPI adalah mendorong representasi perempuan di parlemen guna terpenuhinya kuota minimal 30 persen perempuan.

"Sayangnya dari empat kali pemilu yang sudah dilakukan (2004, 2009, 2014, dan 2019) angka keterwakilan perempuan di legislatif masih belum mencapai angka 30 persen," ujarnya.

Ia juga menyoroti, langkah sejumlah partai politik yang meminta agar tidak perlu dilakukan pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu.

Padahal, kata dia, revisi regulasi pemilu ini menjadi peluang bagi gerakan perempuan mendesakkan penguatan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dalam undang-undang.

"Jika DPR dan pemerintah bersepakat untuk tidak merevisi UU Pemilu sehingga menjadi seperti adanya sekarang, bagaimanakah nasib penguatan kebijakan afirmasi? Adakah cara lain yang dapat ditempuh guna menyiapkan payung hukum bagi keterwakilan perempuan?," imbuhnya.

Melalui UU Pemilu, kata Dwi, gerakan perempuan berharap adanya dukungan dari partai politik, penyelenggara pemilu, media, dan pemerintah pusat dan daerah.

"Undang-Undang pemilu diharapkan memberi ruang bagi penguatan kebijakan afirmasi dengan mewajibkan parpol menempatkan peremuan caleg pada nomor urut 1 di minimal 30 persen dapil melakukan proses rekruitmen caleg secara demokratis dan transparan melalui penerapan merit sytem yang adil dan memastikan caleg telah menjadi anggota parpol minimal dua tahun," bebernya.

Ia juga berharap, agar RUU pemilu mewajibkan lembaga penyelenggara pemilu di pusat dan daerah memiliki keterwakilan perempuan minimal 30%.

"Mendukung perempuan caleg dengan memberikan akses terhadap data hasil perhitungan suara, mengatur dukungan dana banpol untuk peningkatan kualitas kader perempuan parpol; serta bersikap adil dan menjauhi perilaku transaksional dalam proses penghitungan suara," ujarnya.

Selain dukungan regulasi undang-undang, lanjut dia, langkah lain yang dapat ditempuh adalah mengupayakan lahirnya peraturan presiden yang mendukung penguatan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

"Dengan adanya dukungan payung hukum berupa peraturan presiden, diharapkan terbuka ruang yang lebih luas bagi terwujudnya target 30 persen perempuan di parlemen pada pemilu 2024," pungkasnya. (Pon)

Baca Juga

Gerindra Soroti Sikap PKS dan Demokrat Terkait RUU Pemilu

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan