'Fatherless' Jadi Isu Serius yang Bisa Berdampak pada Stunting, Kesehatan Mental dan Gizi Anak
Kamis, 28 Agustus 2025 -
Merahputih.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Achmad Ru’yat, menyoroti meningkatnya fenomena ketidakhadiran sosok ayah (fatherless) di Indonesia. Kondisi ini bukan sekadar isu sosial, melainkan telah berdampak langsung pada tumbuh kembang anak, termasuk tingginya angka stunting.
"Fenomena fatherless bukan hanya soal ketidakhadiran fisik ayah, tetapi juga menyangkut minimnya keterlibatan dalam pengasuhan anak. Hal ini jelas berpengaruh pada kesehatan mental, tumbuh kembang, bahkan gizi anak," ujar Ru’yat dalam keterangannya, Kamis (28/8).
Laporan UNICEF tahun 2021 mengungkapkan bahwa 20,9% anak di Indonesia tumbuh tanpa peran ayah, atau sekitar 1 dari 5 anak. Penyebabnya beragam, mulai dari perceraian, kematian, migrasi kerja, hingga budaya yang memandang ayah hanya sebagai pencari nafkah.
Baca juga:
Profil Lengkap Dwisuryo Indroyono Soesilo, Ikuti Jejak Sang Ayah Jadi Dubes RI untuk AS
Sayangnya, peran emosional dan psikologis ayah seringkali terabaikan, membuat banyak anak merasa ayahnya hanya hadir secara fisik tetapi absen dalam pengasuhan dan komunikasi emosional.
Kondisi ini menimbulkan efek domino yang berbahaya. Anak-anak yang mengalami fatherless lebih rentan terhadap gangguan mental dan emosi, kesulitan membangun identitas diri, dan menghadapi masalah perilaku serta sosial.
Keterlibatan ayah yang kurang aktif dalam memastikan gizi dan pola asuh anak juga berkontribusi pada masalah stunting.
"Anak yang tidak mendapatkan peran utuh dari ayahnya bisa kehilangan arah, mudah terpengaruh hal negatif, bahkan mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Inilah yang membuat masalah stunting semakin kompleks," tegasnya.
Baca juga:
Teka-teki Ayah Anak Lisa Mariana Segera Terjawab, Hasil Tes DNA Ridwan Kamil Keluar Rabu 20 Agustus
Untuk mengatasi fenomena fatherless dan stunting, Ru’yat mendesak pemerintah, DPR, dan masyarakat mengambil langkah strategis. Beberapa solusi yang ia tawarkan meliputi penguatan edukasi keluarga mengenai pentingnya peran ayah dalam pengasuhan, bukan hanya ibu.
Ia juga mendorong perluasan kebijakan cuti ayah agar mereka bisa hadir di masa-masa awal kelahiran anak.
"Program nasional percepatan penurunan stunting harus mengintegrasikan peran ayah, terutama dalam pemenuhan gizi, pola asuh, dan perhatian emosional anak," ucap dia.
Ru’yat berharap Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN dapat menciptakan kebijakan konkret untuk meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat tentang vitalnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan.