Aksi Jihad Teroris Dinilai Bentuk Budaya Kematian
Senin, 05 April 2021 -
MerahPutih.com - Dua aksi teroris mengguncang Indonesia dalam waktu berdekatan yakni bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan penyerangan di Mabes Polri, Jakarta.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Antonius Benny Susetyo menyebut, serangkaian aksi kekerasan yang terjadi bukti bahwa aksi terorisme masih berkembang di Tanah Air.
Baca Juga
Aksi bom bunuh diri ini sudah menjadi sebuah budaya yang disebut dengan budaya kematian.
“Budaya kematian (Culture of Death) adalah suatu budaya yang tidak lagi bersahabat dengan sistem kehidupan manusia dengan menempatkan manusia pada posisi objek yang bisa memusnahkan kehidupan,” kata Romo Benny dalam keterangan tertulisnya kepada MerahPutih.com, Minggu (4/4).
Kekerasan yang berkaitan dengan budaya kematian, kata Romo Benny, berhubungan dengan eksistensi manusia yang mencari jati dirinya.
Ketika seseorang mecari jati diri dan bertemu dengan orang atau lingkungan yang tidak seharusnya. Ini akan mempengaruhi pemikiran dan sikap seseorang baik akan digunakan untuk kepentingan perebutan kekuasaan, kepentingan politik, kepentingan individu sepetti yakin akan mendapatkan surga.

Apalagi di era digitalisasi saat ini, semakin hilang kesadaran yang digantikan dengan kesadaran palsu.
Munculnya kesadaran palsu ini menjanjikan ideologi kematian yang diartikan dapat memecahkan masalah dari mulai kefrustasian, kesenjangan sosial, dan luka batin.
“Padahal orang yang menyakiti sesamanya adalah orang yang melukai wajah Tuhan,” tegasnya.
Jalan maut ini, kata Romo Benny, masuk melalui media sosial, rekruitmen offline, dan lewat celah lainnya. Kesadaran palsu ini diyakini sebagai cara untuk mendapatkan surga yang semu.
"Dalam hal ini bangsa mengalami kegagapan dan cara satu-satunya adalah menciptakan kesadaran kritis melalui pendidikan kritis,” tambahnya.
Ada sejumlah cara untuk melawan budaya kematian ini. Yakni dengan memperkuat idoelogi Pancasila yang ditanamkan dalam cara berpikir, bertindak, bernalar, dan berelasi.
Sudah banyak orang yang terpapar budaya kematian ini sadar dan kembali kepada jalan yang seharusnya.
"Inilah yang harus ditampilkan kepada publik untuk mendeskripsikan bagaimana bahaya budaya kematian ini,” jelas Benny.
Selian itu, harus ada patoroli atau pengawasan di media sosial terhadap konten-konten negatif yang bermuatan atau mengarah kepada budaya kematian ini.
Jangan beri ruang dan masyarakat harus aktif melaporkan jika menemukan konten kekerasan berisi ideologi kematian. Baiknya masyarakat juga membuat konten tandingan yaitu konten positif untuk mengisi ruang publik dengan hal yang baik.
"Masyarakat harus bijak dalam mengolah informasi,” pungkas Romo Benny. (Knu)
Baca Juga