Setahun Kerja DPR 2019-2024, Kinerjanya Dinilai Jauh dari Harapan


Gedung DPR tampak dari depan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
MerahPutih.com - Anggota DPR periode 2019-2024 genap berusia setahun pada 1 Oktober 2020. Namun, kinerja lembaga yang berkantor di Senayan tersebut dinilai belum memuaskan.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (FORMAPPI) Lucius Karus menilai, tolok ukur kinerja DPR kali ini adalah bagaimana mereka mampu menghadapi pandemi COVID-19.
"Jika melihat dinamika DPR sehari-hari sejak pertama kali pemerintah mengumumkan kluster pertama penularan COVID- 19, tak terlihat respons DPR yang menunjukkan bahwa pandemi ini merupakan sesuatu yang serius," ungkap Lucius kepada Merahputih.com di Jakarta, Jumat (2/10).
Baca Juga:
Ketua DPR Peringatkan Pemerintah Jangan Patok Harga Tes Swab Terlalu Mahal
Lucius melanjutkan, respons cepat dan tepat dari DPR sebagai wakil rakyat tentu saja penting dalam menghadapi situasi darurat pandemi demi kepentingan dan keselamatan rakyat.
DPR justru menunda rapat paripurna pembukaan Masa Sidang III dari yang sebelumnya dijadwalkan pada 23 Maret menjadi 30 Maret.
"Dengan menunda jadwal rapat paripurna pembukaan, DPR kehilangan momentum untuk menjadi penanggungjawab utama yang bersama pemerintah menentukan arah kehidupan berbangsa di tengah situasi pandemi," imbuh Lucius.
Pria asal Manggarai, NTT ini melanjutkan, dalam perkembangan selanjutnya, sikap DPR dalam melihat pandemi tak ada bedanya dengan cara pandang mereka pada kondisi normal.
Dalam banyak momen, Ketua DPR Puan Maharani memang selalu mengingatkan fokus bangsa pada penanganan pandemi, akan tetapi peringatan Ketua DPR itu tak terlihat ditindaklanjuti oleh setiap alat kelengkapan DPR melalui perumusan agenda kegiatan yang terfokus pada pandemi.
Namun, hanya mekanisme pelaksanaan sidang saja yang benar-benar berubah pada DPR sepanjang masa pandemi (dari pertemuan tatap muka ke daring).
''Tak terlihat adanya perubahan dalam perencanaan yang fokus pada upaya penanganan pandemi," jelas Lucius.

Maka tak mengherankan ketika sepanjang masa sidang III hingga sekarang, agenda kerja DPR masih melanjutkan rencana-rencana yang disusun sebelum kemunculan pandemi. Proses pembahasan RUU bahkan terlihat cenderung tak memedulikan situasi krisis akibat pandemi.
Pembahasan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) justru dikebut seiring dengan terus meningkatnya jumlah rakyat yang tertular virus corona.
"Padahal RUU ini merupakan agenda yang direncanakan sebelum masa pandemi dan tidak dirancang sebagai kebijakan yang khusus untuk mengatasi efek pandemi," terang dia.
Demikian halnya dengan RUU Mahkamah Konstitusi, RUU Bea Meterai, RUU Minerba yang berhasil disahkan DPR selama masa pandemi ini. Bahwa DPR bisa menyelesaikan RUU-RUU prioritas tersebut tetap perlu kita apresiasi.
Akan tetapi menomorduakan upaya penanganan pandemi demi menyelesaikan RUU-RUU ini tentu bukan sesuatu yang pantas.
"Keselamatan rakyat harusnya menjadi yang pertama dan utama bagi DPR, karena demi kepentingan itulah mereka dipilih rakyat pada saat pemilu," jelas Lucius.
Kritikan dalam sumbangsih pada upaya penanganan pandemi, lanjut Lucius, juga bisa dilihat dalam pelaksanaan fungsi pokok DPR yang lain yakni fungsi anggaran dan pengawasan.
Peran DPR dalam membahas anggaran mestinya terlihat pada upaya DPR menginisiasi peruntukkan anggaran negara untuk kepentingan menangani pandemi.
Faktanya, presiden yang berinisiatif mengeluarkan perppu untuk memastikan anggaran bagi penanganan pandemi bisa tertangani.
Ketika Perppu Nomor 1 tahun 2020 dikeluarkan Pemerintah, respons DPR justru mempersoalkan klausul dalam perppu yang dianggap mengabaikan atau bahkan menggerogoti peran mereka.
"Ini menunjukkan bagaimana sikap DPR di hadapan situasi krisis yang lebih peduli soal kekuasaan mereka sendiri ketimbang misi untuk menyelamatkan situasi krisis itu sendiri," terang Lucius.
Fungsi pokok terakhir yang mestinya menjadi keutamaan DPR adalah pengawasan.
Dengan fungsi pengawasan, DPR bisa memberikan sumbangsih bagi terlaksananya kebijakan pemerintah secara cepat dan tepat dalam masa pandemi ini. Banyak kebijakan yang diluncurkan pemerintah untuk penanganan pandemi, tetapi sejauh ini hasilnya tak berdampak efektif bagi penurunan angka penularan COVID-19.
"Sebaliknya dari hari ke hari kita melihat tren penambahan kasus penularan baru. Artinya dampak kebijakan yang diambil pemerintah sebelumnya belum berhasil untuk menekan laju penambahan kasus baru," ujad dia.
Baca Juga:
Jika fungsi pengawasan DPR berjalan efektif, maka akan segera terlihat kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah di lapangan.
"DPR harus menjadi yang pertama menyampaikan ke pemerintah apa yang terjadi dan bagaimana seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang efektif demi mencapai tujuan mengatasi pandemi," tambah Lucius.
Dengan demikian, pembentukan dua tim khusus DPR (Tim Satuan Tugas Lawan COVID 19 dan Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi COVID-19) untuk penanganan virus corona tampak sia-sia karena hasil kerjanya tidak punya pengaruh atau bahkan tak ada dalam rangka menangani pandemi.
Ia berharap, posisi DPR sebagai lembaga tinggi negara dengan fungsi utama sebagai representasi rakyat juga nyaris tak berpengaruh dalam menentukan arah kehidupan berbangsa.
Semua kendali utama kebijakan untuk memastikan keselamatan warga negara di hadapan pandemi ada pada pemerintah.
"Masih ada 4 tahun tersisa sebelum akhir periode, DPR masih punya waktu untuk membuktikan seberapa mereka jujur sebagai wakil rakyat," tutup Lucius. (*)
Baca Juga:
Anggota DPR Ini Nilai Perlu Dibangun Museum Kekejaman Komunis di Eks Markas PKI
Bagikan
Berita Terkait
DPR RI Genjot Pembahasan RUU Pengelolaan Ruang Udara, Fokus Pada Sinkronisasi Kewenangan dan Implikasi Kerjasama Internasional

Pekerja Gudang Garam Terancam PHK Massal, Pemerintah Diminta Bereskan Masalah Rokok Ilegal dan Cukai Tinggi

DPR RI Tetapkan RUU Perampasan Aset sebagai Prolegnas Prioritas 2025, Ini Daftar RUU Lain yang Juga Diusulkan untuk Pembahasan

DPR Tekankan Pentingnya Kenaikan Tunjangan Dosen Non-ASN Sebagai Syarat Utama Menuju Indonesia Emas 2045

PKB Harap Purbaya Yudhi Sadewa Mampu Wujudkan Pertumbuhan 8 Persen dan Ekonomi Berdikari Tanpa Banyak Utang

Baleg DPR RI Resmi Usulkan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas 2025

Stok Gula Nasional Menumpuk dan Mafia Pangan Bergentayangan, Pemerintah Didesak Setop Impor Rafinasi Hingga Prioritaskan Petani Tebu Lokal

Pemerintah Diharap Prioritaskan Kembali Program Pembangunan Rusun Pesantren di RAPBN 2026

BPJPH dan BPOM Didesak Usut Tuntas Status Kehalalan Ompreng Program MBG yang Diduga Mengandung Minyak Babi

Koperasi Desa Merah Putih Dinilai Bisa Penuhi Poin Penting Visi Astacita, Dorong Kemandirian Ekonomi Hingga Berantas Kemiskinan
