Presiden Sudah Dipilih Langsung oleh Rakyat, Upaya Kembali ke GBHN Gunanya Apa?


Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti tidak sepakat adanya upaya kembali ke GBHN (Foto: Antaranews)
MerahPutih.Com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, menilai tidak ada urgensinya terkait upaya untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam tatanan administrasi negara.
Menurut Bivitri, saat sistem pemerintahan Indonesia masih parlementer, GBHN digunakan bukan hanya untuk memilih Presiden, namun juga untuk menjatuhkannya.
Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara Nilai Rencana Pemberlakuan Kembali GBHN Mubazir
Sementara untuk saat ini, hal tersebut tidak dapat diterapkan lantaran saat ini sistem pemerintahan bukan lagi parlementer melainkan presidensial.

“GBHN bukan hanya karena siapa yang memilih Presiden, tapi dulunya GBHN adalah untuk menjatuhkan Presiden. Tapi sekarang sudah tidak bisa karena menggunakan sistem presidensial. Pertanyaan kritisnya, kalau memang ada (GBHN), gunanya untuk apa?,” kata Bivitri dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
Bivitri juga mengatakan bahwa GBHN tidak relevan dengan sistem tata negara saat ini. Karena menurutnya saat ini presiden sudah dipilih langsung oleh rakyat, bukan lagi oleh Majelis Perwakilan Rakyat (MPR).
“Karena dulu sebelum amandemen 2002 itu adalah mandat karena presiden dipilih oleh MPR. Tapi kalau sekarang sudah dipilih oleh rakyat,” ujarnya.
Selain segi ongkos politik, Bivitri mengaggap menghidupkan kembali GBHN terkesan ngotot, karena tidak ada dampaknya untuk rakyat.
Baca Juga: Direktur Pusat Kajian Pancasila Nilai Pemberlakuan GBHN Sesuai Sistem Presidensial
Bahkan ia malah menaruh curiga ada agenda terselubung di balik wancana untuk mengembalikan GBHN tersebut.
“Kalau dampaknya cuma seperti itu, jadi dampaknya untuk rakyat apa? kenapa sih ngotot amat? Jangan-jangan ada agenda lain di dalam ini. Yang harus kita ingat, sekali peluang amandemen ini dibuka bisa seperti kotak Pandora,” jelas Bivitri Susanti.
Perlu diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan Indonesia memerlukan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) agar pembangunan tak terputus karena sudah ada perencanaan jangka panjang tersebut.
Menurutnya, perencanaan jangka panjang sudah dibuat sejak pemerintahan Presiden ke-1 RI Sukarno sampai Presiden ke-2 RI Soeharto. Saat era Soeharto, kata Tjahjo, perencanaan jangka panjang itu lalu dijabarkan dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita).(Knu)
Baca Juga: Politisi PKS Desak Perlunya GBHN Sebagai Panduan Arah Pembangunan
Bagikan
Berita Terkait
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah

Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan

Pengamat Sebut Gibran Berpeluang Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029

Langkah Terlambat PDI-P Memecat Jokowi, Pengamat: Percuma, Dia sudah Tak Punya Power

Gus Miftah Terancam Dicopot Prabowo Buntut Umpatannya kepada Pedagang Es Teh

Donald Trump Menangi Pilpres AS, Pengamat: Indonesia Diprediksi Dapat Untung

Timnas Dirugikan Wasit, Pengamat Minta PSSI Lapor ke FIFA untuk Selidiki Dugaan Kecurangan

Tunjuk Calon Menteri, Pengamat Politik Sarankan Prabowo Ikuti Cara Soeharto

Pengamat Tak Setuju Anggaran Rp 10 Miliar Kominfo untuk Makan Bergizi Gratis

Prabowo Diminta Tak Pakai Jasa Buzzer dan Influencer untuk Sosialisasikan Program Pemerintahanya
