Headline

Direktur Pusat Kajian Pancasila Nilai Pemberlakuan GBHN Sesuai Sistem Presidensial

Eddy FloEddy Flo - Rabu, 14 Agustus 2019
 Direktur Pusat Kajian Pancasila Nilai Pemberlakuan GBHN Sesuai Sistem Presidensial

Direktur Puskapsi Bayu Dwi Anggono dalam sebuah diskusi publik di Jakarta (Foto: antaranews)

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.Com - Dukungan terhadap pemberlakuan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) selain berasal dari kalangan politisi juga para analis politik.

Bayu Dwi Anggono yang juga Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) menyatakan gagasan kembali ke GBHN layak dipertimbangkan sebab sesuai dengan Sistem Presidensial.

Baca Juga: Puskapsi Usulkan Ketua MPR Berasal dari Figur Politisi Negarawan

"Ide apapun terkait memperbaharui konsep substansi konstitusi itu layak dipertimbangkan sepanjang memang bisa dikompatibelkan dengan agenda kesepakatan kita semua yaitu penguatan presidensial," kata Bayu yang juga Dosen Universitas Jember, Selasa (13/8).

Wacana untuk menghadirkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) muncul dari rekomendasi dan sikap politik Kongres PDIP ke V di Denpasar Bali, salah satunya ingin mengembalikan kewenangan MPR dalam menetapkan GBHN.

Bayu Dwi Anggono tak persoalkan wacana kembali ke GBHN
Bayu Dwi Anggono dalam diskusi media bertajuk "Negosiasi Kursi Ketua MPR yang Merusak Sistem Presidensial", di Jakarta (Foto: antaranews)

Untuk melihat seberapa perlunya wacana itu, Bayu memulai dari tiga kelompok besar yang menyikapi perubahan satu sampai empat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada tahun 1999-2002.

Kelompok pertama yang tidak bisa menerima hasil perubahan, menganggap hasil perubahan itu kebablasan karena dinilai menghilangkan ciri demokrasi Indonesia, ciri ekonomi. Sehingga kelompok ini mengembalikan UUD 1945 sebelum perubahan atau naskah asli.

Kelompok kedua yang menganggap perubahan UUD 1945 sudah di jalur yang tepat, sudah dianggap mencukupi, tidak perlu dilakukan perubahan tinggal melaksanakannya saja.

"Kelompok yang pertama juga besar kekuatannya bisa terlihat di partai politik maupun purnawirawan TNI. Kelompok kedua juga kuat, mereka yang ikut terlibat dalam perubahan yang digawangi Forum Konstitusi," kata Bayu.

Sedangkan kelompok ketiga yakni kelompok jalan tengah yang menganggap hasil UUD 1945 satu sampai empat bisa diterima namun setelah hampir 17 tahun perubahan UUD ada hal-hal yang perlu dilakukan penyesuaian yang sifatnya terbatas.

Kelompok ketiga ini, lanjut Bayu, berusaha menjembatani pertentangan keras antarkelompok pertama dan kedua. Maka yang hadir adalah ide perubahan terbatas yakni hadirnya Haluan Negara.

"Hanya haluan negara tidak menyangkut pasal-pasal lain, makanya disebut usulan perubahan terbatas," katanya.

Lalu perubahan terbatas apa yang digagas? Bayu menjelaskan, bila dilihat sudah ada Keputusan MPR Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rekomendasi MPR masa jabatan 2009-2014. Di dalam keputusan itu disepakati oleh MPR periode lalu untuk melakukan penataan Ketatanegaraan melalui perubahan terbatas UUD yaitu menghadirkan kembali Haluan Negara.

Konsep ini, lanjut Bagus, dari apa yang ia baca ternyata haluan negara yang ditawarkan bukan seperti era mode baru (sebelum perubahan).

"Haluan yang ditawarkan yang sama sekali tidak akan berimplikasi pada sistem pemilihan presiden," katanya.

Yang artinya, lanjut Bayu, presiden tetap dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan haluan negara yang menjadikan presiden sebagai mandataris MPR, tetapi presiden tetap memiliki posisi sejajar dengan semua lembaga negara.

Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara Nilai Rencana Pemberlakuan Kembali GBHN Mubazir

Haluan Negara model baru ini juga tidak ada sanksi pemberhentian kepada presiden dan wakil presiden seperti pada masa Orde Baru.

"Artinya Haluan Negara ini sesuai dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia," katanya.

Bayu Dwi Anggono sebagaimana dilansir Antara mengatakan, jika wacana GBHN yang dimaksud adalah istilah Haluan Negara model baru yang muncul maka silahkan saja dipertimbangkan oleh MPR.

"Yang kita tolak adalah haluan negara seperti GBHN model lama, yakni presiden mandataris MPR, presiden bisa diberhentikan kalau tidak melaksanakan GBHN dan Pilpres dilaksanakan oleh MPR, itu yang kita tolak," katanya.

Bayu menambahkan, jika Haluan Negara yang direncanakan untuk memperkuat perencanaan pembangunan negara bisa dipertimbangkan oleh MPR.

"Ya silakan dipertimbangkan oleh MPR," tutup Bayu Dwi Anggono.(*)

Baca Juga: Wapres JK Kurang Sepakat dengan Wacana Pimpinan MPR Jadi 10 Orang

#GBHN #Majelis Permusyawaratan Rakyat #Pengamat Politik #UUD 1945
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian

Berita Terkait

Indonesia
PKB Minta Semua Pihak Wujudkan Pidato Prabowo Pasal 33 Benteng Ekonomi Nasional
Bukan hanya sebatas omongan, tetapi benar-benar diterapkan di lapangan demi kesejahteraan semua rakyat Indonesia.
Wisnu Cipto - Sabtu, 16 Agustus 2025
PKB Minta Semua Pihak Wujudkan Pidato Prabowo Pasal 33 Benteng Ekonomi Nasional
Indonesia
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah
Kini, banyak wakil menteri yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Pengamat politik menilai jika pemerintahan Prabowo tak terarah.
Soffi Amira - Jumat, 11 Juli 2025
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah
Indonesia
Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan
Rencana soal TNI menjaga gedung Kejaksaan kini ditolak. Pengamat pun menilai, bahwa TNI merupakan aparat pertahanan dan bukan keamanan.
Soffi Amira - Selasa, 13 Mei 2025
Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan
Indonesia
Pengamat Sebut Gibran Berpeluang Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029
Pengamat Politik, Jerry Massie, memprediksi bahwa Gibran akan menjadi lawan Prabowo di Pilpres 2029.
Soffi Amira - Jumat, 25 April 2025
Pengamat Sebut Gibran Berpeluang Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029
Indonesia
Terkait Hak Praperadilan, Hasto Sebut KPK Langgar UUD 1945 hingga KUHAP
Hasto menyebut KPK melanggar UUD 1945 hingga KUHAP. Hal itu terkait KPK yang dianggap mengabaikan hak untuk mengajukan praperadilan.
Soffi Amira - Jumat, 21 Maret 2025
Terkait Hak Praperadilan, Hasto Sebut KPK Langgar UUD 1945 hingga KUHAP
Indonesia
Langkah Terlambat PDI-P Memecat Jokowi, Pengamat: Percuma, Dia sudah Tak Punya Power
Pengamat politik sebut pemecatan Jokowi salah kaprah, publik sudah tak kaget dengan kondisi tersebut.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 18 Desember 2024
Langkah Terlambat PDI-P Memecat Jokowi, Pengamat: Percuma, Dia sudah Tak Punya Power
Indonesia
Gus Miftah Terancam Dicopot Prabowo Buntut Umpatannya kepada Pedagang Es Teh
Gus Miftah berpotensi masuk daftar reshuffle kabinet.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 04 Desember 2024
Gus Miftah Terancam Dicopot Prabowo Buntut Umpatannya kepada Pedagang Es Teh
Indonesia
Donald Trump Menangi Pilpres AS, Pengamat: Indonesia Diprediksi Dapat Untung
Pengamat politik Jerry Massie menilai, kemenangan Trump akan menguntungkan Indonesia.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 07 November 2024
Donald Trump Menangi Pilpres AS, Pengamat: Indonesia Diprediksi Dapat Untung
Indonesia
Timnas Dirugikan Wasit, Pengamat Minta PSSI Lapor ke FIFA untuk Selidiki Dugaan Kecurangan
Pengamat politik dan sepak bola Jerry Massie mengakui timnas Indonesia terkesan dicurangi.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 11 Oktober 2024
Timnas Dirugikan Wasit, Pengamat Minta PSSI Lapor ke FIFA untuk Selidiki Dugaan Kecurangan
Indonesia
Tunjuk Calon Menteri, Pengamat Politik Sarankan Prabowo Ikuti Cara Soeharto
Jerry Massie menyarankan Prabowo meniru atau mengadopsi pola dan strategi Presiden kedua Soeharto.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 30 September 2024
Tunjuk Calon Menteri, Pengamat Politik Sarankan Prabowo Ikuti Cara Soeharto
Bagikan