Pimpinan DPD Sebut Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Tidak Jelas
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/1). Foto: Istimewa
MerahPutih.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dipertanyakan. Pasalnya, putusan itu telah menggarisbawahi kalimat pembatalan atau penangguhan UU Cipta Kerja yang belum menemukan kesimpulan yang tegas.
"Apakah UU Cipta Kerja telah dibatalkan? Apakah tetap diberlakukan dengan syarat? Ataukah hanya ditangguhkan berlakunya sehingga hukum yang diterapkan tetap mengacu pada aturan perundangan sebelumnya?,” kata Wakil Ketua DPD RI Mahyudin, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/1).
Baca Juga
Senator asal Kalimantan Timur ini menilai bahwa putusan MK itu telah memunculkan tiga masalah formil. Pertama, pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
“Metode omnibus yang diadopsi dan digunakan untuk membentuk UU Cipta Kerja ini belum diatur dalam UU P3,” jelas dia.
Mahyudin menambahkan UU Cipta Kerja juga tidak memenuhi asas kejelasan tujuan, dan asas kejelasan rumusan. Lantaran ditemukan banyaknya substansi yang berubah antara rancangan yang dibahas dengan yang disahkan.
“Terakhir, UU ini juga tidak memenuhi asas keterbukaan, karena tidak ada ruang partisipasi yang maksimal, terlebih lagi naskah akademik dan RUU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat,” tutur Mahyudin.
Baca Juga
Atas tiga masalah formil itu, kata Mahyudin, DPD akan menyiapkan substansi materi atau isi dari UU Cipta Kerja itu sendiri. Sumbangsih pemikiran, saran, dan masukan dari berbagai pihak terutama yang memiliki keterkaitan dan urgensi yang tinggi terhadap pembahasan Revisi UU Cipta Kerja sangat dibutuhkan.
“Kami berharap dapat mempertajam pemahaman, ide, gagasan dan pemikiran yang dapat mendukung proses pembahasan Pansus UU Cipta Kerja DPD kedepannya,” kata Mahyudin. (Pon)
Baca Juga
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Mobil MBG Tabrak Belasan Siswa Dikendarai Sopir Pengganti, DPR Minta SPPG Dievaluasi
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
Beri Efek Jera, DPR Minta Menhut Ungkap 12 Perusahaan Penyebab Banjir Bandang Sumatra
6 RUU Dicabut, ini Daftar 64 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas 2026
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan