Pembubaran Partai Politik yang Terjerat Korupsi, Direktur Pukat UGM: Ide yang Menarik

Luhung SaptoLuhung Sapto - Minggu, 19 Maret 2017
Pembubaran Partai Politik yang Terjerat Korupsi, Direktur Pukat UGM: Ide yang Menarik
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar. (MP/Ponco Sulaksono)

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai partai politik yang terlibat dalam korupsi proyek e-KTP dapat dibubarkan. Namun, menurut dia, mekanisme pembubaran partai politik tersebut terbilang rumit.

Menurut penggiat anti korupsi ini, sudah saatnya kita memikirkan bagaimana pertanggungjawaban partai politik bila terlibat kasus korupsi berikut dengan sanksinya. Pasalnya, selama ini sulit menjerat partai politik yang masuk dalam pusaran kasus korupsi.

"Di indonesia ada dua kemungkinannya, pembubaran partai dengan memandang partai adalah korporasi atau bubarkan partai dengan mengikuti logika Mahkamah Konstitusi (MK), masuk ke gugatan MK," kata Zainal menjawab pertanyaan merahputih.com di Jakarta, Minggu (19/3).

Dia menjelaskan, kedua proses tersebut terbilang rumit, memandang partai sebagai korporasi tidak mudah karena metode pertanggungjawaban dan pembuktiannya. Sedangkan memandang partai sebagai korporasi juga sulit karena partai bukan privat.

"Memandang partai adalah korporasi juga terlalu 'lompat', karena partai kan bukan privat, panjang lah kalau kita perdebatkan. Membawa ke MK juga sedikit agak risih, karena pengaju untuk pembubaran partai adalah pemerintah," tandasnya.

Aturan pembubaran partai politik diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Ayat pertama menyebut, pemohon pembubaran partai adalah pemerintah. Di ayat kedua, pemohon menjelaskan ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, dalam permohonannya yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Beberapa waktu sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri lebih jauh keterlibatan parpol dalam perkara tindak pidana korupsi yang menyeret nama-nama besar ini.

"Parpol adalah instrumen politik sangat penting dalam sistem politik dan demokrasi kita di bawah UUD 45. Tanpa parpol, takkan ada pemilu legislatif dan pilkada. Bahkan tanpa parpol, mustahil akan ada pemilihan presiden dan wakil presiden, karena hanya parpol yang dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujarnya.

Seperti diketahui, dalam dakwaan KPK menyebut sejumlah nama legislator menerima aliran dana dari proyek e-KTP. Jumlah yang diterima sangat fantastis nilainya. Total 60 anggota DPR RI menerima uang bancakan korupsi KTP elektronik Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp5,9 triliun. (Pon)

#Pukat UGM #Korupsi E-KTP #DPR Dibubarkan
Bagikan
Ditulis Oleh

Luhung Sapto

Penggemar Jones, Penjelajah, suka makan dan antimasak
Bagikan