Komnas Perempuan: Tragedi Mei 98 Memoar Bahaya Sentimen Etnis


Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana Manalu di kuburan masal korban Tragedi Mei 98, Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Se
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Azriana Manalu mengatakan bahwa jika dikaitkan dengan kondisi saat ini, Tragedi Mei 98 seharusnya menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia.
Menurutnya, kerusuhan Mei 98 memperlihatkan, ketika sentimen etnis dimainkan dan perpecahan terjadi karenanya. Maka yang menjadi korban bukan saja warga dari etnis yang disasar tetapi juga warga lainnya masyarakat lainnya.
"Sementara di sisi lain berbagai pihak akan mengambil keuntungan dari perpecahan yang terjadi dan dari situasi yang tidak terkendali," kata Azriana di kuburan massal korban Tragedi Mei 98, Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (8/5).
Menurut dia, Tragedi Mei 98 bukanlah sekadar ritual tahunan untuk mengingatkan tentang tragedi kemanusiaan yang terjadi dalam kerusuhan di sejumlah kota pada bulan Mei tahun 1998.
"Tetapi juga ruang untuk mendukung proses pemulihan korban dan memperkuat rekonsiliasi antar-komunitas yang menjadi korban dari tragedi tersebut," ucapnya.
"Kita berada di samping makam korban, setiap nisan diberi nama 'Korban Tragedi Mei 98', makam tersebut berisi kerangka korban yang terbakar di sejumlah tempat di Jakarta, sebagian besar mereka masih remaja," tandasnya.
Ia mengingatkan, rasa kehilangan dan tuntutan pertanggungjawaban juga masih terus disuarakan oleh para keluarga korban. Pasalnya, tewasnya para korban telah meninggalkan duka yang berkepanjangan bagi keluarga yang ditinggalkan.
"Penyangkalan publik dan pemerintah terhadap temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tentang kekerasan seksual terhadap 85 wanita etnis Tionghoa bukan hanya mengingkari rasa keadilan korban, tapi juga mengakibatkan ancaman perkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa kembali, sebagai cara untuk menyikapi perbedaan," katanya.
Selain ancaman pemerkosaan, lanjut Azriana, Tragedi Mei 98 disalahgunakan oleh sekelompok orang untuk mengancam etnis Tionghoa, ketika terjadi konflik sosial berbasis etnis, seperti yang terjadi pada peristiwa kerusuhan di Kota Tanjung Balai beberapa waktu lalu.
"Bagi warga etnis Tionghoa, Tragedi Mei 98 hingga saat ini masih menyisakan trauma yang mendalam," tandasnya. (Pon)
Baca berita terkait Tragedi Mei 98 lainnya di: BJ Habibie: Tragedi Mei 98 Tidak Boleh Terulang Di Negeri Ini
Bagikan
Berita Terkait
Komnas HAM Sebut Restorative Justice tak Boleh Dipakai untuk Kasus HAM Berat dan TPKS

Bentuk Tim Pencari Fakta Kerusuhan Demo, 6 Lembaga HAM Bantah Jalani Instruksi Prabowo

Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya

Temuan Komnas HAM di Balik Persekusi Retreat Kristen di Cidahu Sukabumi, Pengusiran hingga Perusakan

Pembubaran Retreat Keagamaan di Sukabumi Dinilai sebagai Bentuk Pelanggaran HAM dan Intoleransi

DPR Minta Pemerintah Jangan Tutupi Sejarah! Desak Pengakuan Tragedi Kekerasan Seksual 1998

Bantah Fadli Zon, Komnas HAM Ungkap Bukti Kekerasan Seksual saat Peristiwa Mei 98

Akademisi Desak Transparansi dengan Melibatkan TGPF dan Penyintas Mei 1998 dalam Penulisan Sejarah Nasional

Pernyataan Fadli Zon Bak Petir di Siang Bolong! Sejarah Kelam Mei 98 Dicabik-Cabik, Perempuan Bangsa Murka

Komnas HAM Bakal ke Raja Ampat, Selidiki Dugaan Intimidasi hingga Pelanggaran Tambang Nikel
