Tunda RKUHP yang Masih Belum Berfaedah

Selasa, 24 September 2019 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Advokat dan praktisi Hukum, Lexyndo Hakim mengajak seluruh warga masyarakat, beri masukan yang konkrit, yang bisa menjadi titik temu untuk kebaikan bersama, sampaikan apa penolakannya, apa masukannya, apa usulannya, mari kita bantu pemerintah, dan masyarakat dengan berikan solusi.

"Seluruh pihak, teman-teman semuanya, mari kita secara saksama membaca rancangan undang-undang KUHP tersebut, baru kemudian kita berikan masukan-masukan, kita sampaikan kekeliruan-kekeliruan versi kita, dan sebaiknya hindari memprotes, menyampaikan hal-hal yang memang isi sebenar-benarnya belum pernah kita baca sama sekali," ajak Lexy, Selasa (24/9)

Baca Juga

DPR Sebut Penundaan RKUHP Mengganggu Hubungan Eksekutif dan Legislatif

Terkait masukan-masukan tersebut, Lexy meminta agar seluruh elemen lakukan sosialisasi, mulai dari teman-teman kita sendiri, baru kepada khalayak ramai, umum.

"RUU KUHP mungkin bisa lebih memperhatikan kepentingan Negara yang lebih luas, misalnya kaitan RUU KUHP dengan sektor Pariwisata, Kesehatan, Pendidikan, dan / atau Kesejahteraan Sosial, dan tidak lah perlu diatur soal ranah privat (orang per orang pribadi), termasuk Budaya, Agama dan keyakinan orang-orang tersebut," ujarnya.

Lexy, yang juga salah satu pengurus Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) menerangkan bahwa perlu sekali melakukan penyesuaian atas KUHP yang dari zaman kolonial Belanda dulu, namun penyesuaiannya khusus untuk kemajuan bangsa, dan Kepastian Hukum, bukan malah menjadi alat tertentu untuk ruang kriminalisasi terhadap pihak-pihak tertentu.

KUHP adalah sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur perbuatan pidana secara materiil di Indonesia. KUHP yang sekarang dipakai adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Pengesahannya dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januati 1918.

"Jadi per tahun 2019 ini, KUHP sudah berusia lebih dari 100 tahun. Sehingga sesungguhnya sudah layak dan pantas dilakukan penyesuaian-penyesuaian, dan perubahan mengikuti perkembangan zaman, namun tentunya menjadi lebih baik, bukan malah menjadi polemik, dan menimbulkan kegaduhan dalam bermasyarakat," sambungnya.

Baca Juga

DPR Buat Pasal 218 RKUHP untuk Pidanakan Wartawan Asing Hina Kepala Negara

Muatan materi dalam RUU KUHP sejatinya telah mengalami penyesuaian dengan konteks kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Terkait konten dari RUU KUHP, Lexy juga mencatat untuk tiap-tiap angka atau nomor aturan di pasal per pasal jangan dirubah.

Lexyndo Hakim
Lexyndo Hakim. Foto: MP

Contohnya, Pasal 1, jangan dirubah lagi, karena bagi (hampir) semua orang Hukum, sudah sangat memahami , pasal 1 adalah Asas Legalitas, yaitu “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”, dan di RUU KUHP juga demikian, “ Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.”

Asas Legalitas, sudah termaktub jelas dalam Pasal 1, begitupun di Pasal-pasal lainnya, sebaiknya angka / nomor Pasal jangan ikut berubah, misalnya, Pasal 378, soal tindak pidana penipuan, untuk di RUU sebaiknya soal tindak pidana penipuan, tetap diatur dalam angka/ nomor 378, hanya isi nya, redaksionalnya menyesuaikan dengan yang terbaru., sebab kalau di RUU diatur di Pasal 499 500-an demikian.

Termasuk juga pengaturan tentang pencurian, kita semua sudah sangat familiar dengan pasal 362, tentang penganiayaan pasal 351, tentang Pemalsuan surat Pasal 263, tentang kekerasan pasal 170, tentang perjudian, sudah familiar dengan pasal 303, begitupun soal pasal pembunuhan 340, dan seterusnya. Hal ini kiranya penting mendapat perhatian, karena ketika angka-angka pasal tersebut berubah, maka tentunya pihak-pihak terkait akan mendapat effort lebih untuk melakukan penyesuaian tertentu.

Baca Juga

PSI Minta Anggota DPR Baru Bongkar, Kaji dan Sahkan RKUHP

"Dan menurut hemat kami, pokok-pokok aturan, tetap saja dalam Pasal –pasal yang sama, lengkapi saja, sempurnakan saja, redaksional, deksripsi dari isi pasal-pasal yang perlu dilakukan perubahan, dan penyesuaian," tegasnya.

Menurut Lexy, angka-angka nomor pasal tersebut adalah sudah sangat familiar di masyarakat maupun dikalangan para penegak hukum, jadi jangan lagi dirubah, dan merepotkan semuanya, cukup disesuaikan narasi dan deskripsi isi point aturannya di pasal dimaksud tanpa merubah nomor / angka pasal yang ada tentang apa dan apa. Jangan karena persoalan ini, timbul lagi kerancuan dalam memakai ayat- pasal tertentu.

"Hampir semua teman-teman, media memberikan masukan-masukannya atas point-point tertentu, khususnya dalam hal kepentingan perempuan, HAM, kebebasan Pers, namun sesungguhnya ada banyak hal-hal yang bisa kita bahas, kita baca, kita berikan masukan-masukan dan atau pertanyaan pernyataan, demi hasil yang terbaik," tambahnya.

Misalnya, RUU KUHP dalam Pasal 241, terkait pembatasan Pers, apakah benar demikian? Kita harus sama-sama membaca, dan memahami. Kemudian Pasal 263 soal penyiaran kabar yang tidak pasti , kaitannya dengan penyebaran hoax dan gosip, saat ini memang banyaknya akun-akun hoaks, gosip yang justru terkadang mendapat perhatian lebih dari sebagian besar masyarakat, baik berita positif maupun yang keliru.

Baca Juga:

YLBHI Kritik Banyak Pasal Multifungsi di RKUHP

Ada lagi catatan Lexy, di Pasal 264, persoalan hingar bingar atau berisik tetangga pada malam hari, hal ini menimbulkan banyak tafsir yang akhirnya tidak memberi sebuah kepastian hukum, dan Pasal 265, bahwa faktanya akan sulit menghindari adanya masukan, usulan, interupsi dalam gelaran kontestasi musyawarah nasional, musda, kongres sebuah organisasi atau acara tertentu.

Lexy menyinggung soal hal-hal yang ramai dibicarakan yaitu soal Pasal 417 terkait perzinaan, Pasal 419, Pasal 421, Pasal 433, hal ini menurut kami harus bersinergi dengan aturan-aturan yang berlaku di sektor pariwisata, dan apakah seperlu itu, untuk ranah privat masyarakat, dalam hidup bersama juga diatur. Perlu mendapat catatan apakah persoalan kawin siri juga terabaikan, dan soal pencabuan, sangat perlu pelaku dihukum yang seberat-beratnya.

"Menambahkan sedikit soal pasal 480 RUU KUHP tentang perkosaan, perlu penegasan dan sosialisasiyang cukup intens, apakah hal ini sebuah bentuk perlindungan terhadap kaum perempuan, ataukah bentuk kriminalisasi terhadap orang perorang tertentu? Dan bagaimana kaitannya dengan ajaran agama tertentu, hal ini harus diclearkan, karena cukup menjadi polemik besar di masyarakat," jelasnya.

Soal pencegahan Korupsi, pasal 604 dan seterusnya, sebaiknya inline dengan Undang-undang KPK yang secara khusus sudah diatur.

Baca Juga:

Tunda Pengesahan RUU KUHP, Langkah Jokowi Sesuai Aspirasi Rakyat

Dan persoalan hewan, binatang, perlakuan hewan, perbuatan binatang, apakah sedemikian harusnya diatur dalam sebuah KUHP, dan mengenai penjelasan terkait alat kontrasepsi, dihubung-hubungkan dengan anak-anak, ini perlu kajian lebih dalam.

Jadi sesungguhnya, penolakan RUU KUHP ini lebih pada kebelum-sempurnanya aturan yang ada dalam RUU KUHP tersebut, mari kita bergandengan tangan, bersama-sama membaca kembali, mengkoreksi, mensosialisasikan hal-hal yang benar-benar bisa diterapkan dalam bingkai NKRI ini.

Ilustrasi RUU KUHP



Selain Presiden sudah meminta penundaan, kami pun Mohon kiranya RUU KUHP ini kembali dapat dibuka kembali menjadi sebuah Draft RUU yang dibahas kembali bersama-sama legislatif, eksekutif dan unsur dari perwakilan organisasi masyarakat tertentu, dan kita akan seirama dengan pihak manapun yang mendukung penundaan RUU KUHP ini.

Baca Juga:

Perppu KPK Bisa Kembalikan Citra Positif Presiden Jokowi

"Kami berharap Presiden dan Pemerintah Pusat tetap fokus membangun Indonesia, dan pembuat kegaduhan-kegaduhan yang berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat dan gangguan ketertiban umum, biarkan hukum yang bertindak sesuai peraturan perundang-undangan," pungkasnya. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan