DPR Buat Pasal 218 RKUHP untuk Pidanakan Wartawan Asing Hina Kepala Negara
Anggota Dewan Pakar Partai NasDem Teuku Taufiqulhadi (Foto: antaranews)
Merahputih.com - Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Teuku Taufiqulhadi mengatakan pasal 218 RUU tersebut dibuat untuk melindungi kehormatan kepala negara dari hinaan warga negara asing (WNA)
"Itu untuk melindungi Kepala Negara kita yang mungkin dihina. Siapa yang menghina? Kalau datang wartawan asing ke Indonesia lantas dia menghina Kepala Negara kita. Atau datang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing ke Indonesia yang menghina Kepala Negara kita," ujar Taufiqulhadi, Senin (24/9).
Baca Juga:
Selain untuk melindungi Kepala Negara sendiri, RKUHP juga penting dibuat untuk melindungi kehormatan Kepala Negara lain oleh pihak asing yang berkunjung ke wilayah teritorial Indonesia.
"RKUHP juga untuk mempidana wartawan asing yang datang ke Indonesia dan menghina Kepala Negara Asing di tanah dan teritorial Indonesia," ujar dia.
Sehingga, ia menegaskan menolak jika pasal tersebut dibuat untuk mencederai demokrasi sehingga membuat situasi kondusif pascareformasi menjadi tidak demokratis lagi.
"Pasal itu kami buat dalam konteks jangan sampai Kepala Negara dihina orang-orang yang tidak kita kehendaki," kata Anggota Dewan Pakar Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu.
Dalam Pasal 218 RKUHP dijelaskan bahwa setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wapres dipidana dengan pidana paling lama tiga tahun, enam bulan, atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Terminologi penghinaan dikatakan tidak jelas karena dapat ditafsirkan sembarang. Namun Taufiqulhadi mengatakan jika pascareformasi ada hak mengajukan kritik, maka perlu diatur juga tentang kewajibannya sehingga tidak menjurus kepada kritik yang bersifat personal dan tidak faktual.
"Kritik silakan, tapi jangan menghina. Kalau menghina itu personal dan bukan faktual," ujar Taufiqulhadi.
Baca Juga:
Ia mencontohkan bila menghina itu seperti menyamakan muka orang tersebut dengan muka binatang, itu dikatakan menghina. Tapi kalau mengatakan pemerintah gagal membangun Indonesia, itu adalah mengkritik.
Menurut Taufiqulhadi, sebagaimana dikutip Antara, kritik adalah sesuatu yang dibolehkan dan harus dihidupkan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Namun jika menghina personal, itu yang ingin dilarang dalam Pasal RKUHP itu. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Legislator NasDem Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK, Pemeriksaan Bakal Dijadwalkan Ulang
Politisi NasDem Dipanggil KPK Setelah Rekan Separtainya Jadi Tersangka Korupsi Rp 28 Miliar, Siapa Lagi yang Kecipratan Dana PSBI OJK?
Obat Kuat Politik: Surya Paloh Klaim Dapat 'Vitamin' Penambah Optimisme dari Menhan
Profil Rusdi Masse, Mantan Sopir Truk dan Bupati yang Geser Ahmad Sahroni dari Jabatan Pimpinan Komisi III DPR
Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Dinonaktifkan, NasDem Beri Sinyal PAW di DPR
Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Bikin Blunder Fatal, NasDem Janji Bakal Berbenah
Pimpinan DPR Pastikan Ahmad Sahroni Belum Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota Legislatif
NasDem Minta Gaji hingga Tunjangan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Dihentikan
Akun X ‘Sahroni Berdikari’ Palsu, Partai NasDem Siap Ambil Langkah Hukum
NasDem Geser Ahmad Sahroni, Pindah dari Wakil Ketua Komisi III ke Anggota Komisi I DPR