Tim PDIP Gugat KPU ke PTUN, Sebut KPU Melanggar Hukum
Selasa, 02 April 2024 -
MerahPutih.com - PDI Perjuangan (PDIP) melalui Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI) melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (2/3).
Pihak tergugat dalam perkara ini adalah penguasa, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbun memimpin Tim PDIP mendaftarkan gugatan berjenis perbuatan melawan hukum di PTUN.
"Intinya jenis gugatannya ialah perbuatan melanggar hukum oleh aparatur negara, tergugatnya KPU," kata Gayus di PTUN, Jakarta, Selasa.
Baca juga:
Ahli Persoalkan KPU Terbitkan Berita Acara Pendaftar Prabowo-Gibran Mundur 3 Hari
Gayus mengatakan, perbuatan melawan hukum KPU karena instansi yang dipimpin Hasyim Asy'ari itu meloloskan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.
"Perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang pemilihan umum," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Tim PDI Erna Ratnaningsih mengatakan, KPU masih memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.
"Dalam hal ini ketika KPU menerima pendaftaran, KPU masih menggunakan peraturan yang lama, PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) Nomor 19 Tahun 2023. Artinya tindakan KPU ini, melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, dimana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut," kata Erna.
Baca juga:
Menurut dia, KPU menerima pendaftaran para capres-cawapres pada 27 Oktober 2023 tanpa mengubah PKPU Nomor 19.
Adapun, persyaratan capres-cawapres berdasarkan PKPU Nomor 19 belum disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Erna mengatakan KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 per 3 November pada tahun yang sama atau lebih dari sepekan setelah menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Artinya, menurut Erna, mekanisme atau proses pendaftaran dan penetapan capres dan cawapres itu dilakukan dengan melanggar hukum atau cacat hukum. (pon)
Baca juga: