Tekanan Trump ke Bank Sentral Amerika Bikin Rupiah Menguat
Senin, 21 April 2025 -
MerahPutih.com - Indeks dolar Amerika Serikat, Senin (21/4) pagi, bergerak lebih rendah dari pekan lalu di kisaran 98 dari sebelumnya di atas 99.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin pagi di Jakarta menguat sebesar 46 poin atau 0,27 persen menjadi Rp 16.831 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.877 per dolar AS. Selain itu, ada potensi penguatan ke arah Rp16.700, dengan resisten di kisaran Rp 16.830.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah penguat ini seiring persepsi negatif pasar terhadap pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang meminta pemangkasan suku bunga acuan The Fed.
Pernyataan tersebut dianggap mengintervensi tugas The Fed yang bisa berdampak buruk ke perekonomian AS.
Baca juga:
Nintendo Switch 2 dan PS5 Kena Tarif Trump hingga 145 Persen, Harganya Bakal Melejit
Dalam sebuah unggahan di media sosial miliknya, Truth Social, pada 17 April 2025, Trump menyatakan antara lain bahwa "Powell’s termination cannot come fast enough!”.
Makna dari unggahan tersebut adalah Trump sangat menanti-nanti momen ketika Powell diberhentikan dari jabatannya sebagai pucuk pimpinan bank sentral AS.
Bahkan, pada hari yang sama, berbagai media internasional juga melaporkan Trump telah berkata kepada para wartawan bahwa "Saya (Trump) tidak senang dengan dia (Powell). Saya membuat dia mengetahuinya.”
Salah satu pemicu yang membuat Trump tak suka dengan Powell adalah mengenai paparan penilaian suram oleh Gubernur The Fed terhadap prospek ekonomi terhadap perombakan tarif besar-besaran Trump sejak 3 April 2025.
Selain itu, beberapa kali Trump telah mendorong Fed untuk segera menurunkan suku bunga, tetapi Powell mengatakan pihaknya masih membutuhkan "kejelasan yang lebih besar" mengenai dampak kebijakan tarif Trump sebelum melakukan tindakan apapun.
Penguatan rupiah juga dipengaruhi pelemahan dolar AS yang tertekan dampak negatif dari kenaikan tarif terhadap perekonomian AS karena kenaikan harga-harga barang konsumsi. (*)