Sudah Terlambat, Rencana Anies Bikin Raperda COVID-19 Dinilai Lucu
Jumat, 16 Oktober 2020 -
MerahPutih.com - Penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) penanganan COVID-19 menuai polemik. Pasalnya, penyusunan peraturan usulan Pemrov DKI ini sudah terlambat.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menyebut, seharusnya perda tentang COVID-19 sudah ada dan dibentuk sejak awal pandemi.
"Lucu sekali wabah sudah mau selesai dan sudah jatuh bangun tangani COVID-19, kok baru sekarang mau bikin Perda COVID-19," ungkap Tigor kepada wartawan, Jumat (16/10).
Baca Juga:
Pembahasan Raperda, PKS Soroti Pemprov DKI Tak Cantumkan Aturan Belajar
Tigor menilai, sebaiknya baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) maupun DPRD DKI Jakarta membuat perda yang bermanfaat dalam jangka beberapa tahun ke depan.
"Kalau mau bikin peraturan daerah itu yang manfaatnya setidaknya 5 tahun, kalau mau perda COVID-19 ya sejak awal Jakarta alami pandemi," ungkap Tigor.
"Masa-masa sekarang ini justru yang diperlukan dibuat untuk Jakarta adalah perda tentang pencegahan dan penanganan wabah penyakit memular," jelasnya.
Sementara dalam rancangan perda penanganan COVID-19 semata ditujukan kepada masyarakat yang dianggap sebagai pelanggar.
Pembuatannya pun tidak melibatkan partisipasi masyarakat Jakarta.
Artinya, proses pembuatan perda COVID-19 ini melanggar UU tata cara pembuatan peraturan perundangan.
"Jadi batalkan saja pembuatan perda dan ubah dengan membuat perda pencegahan dan penanganan wabah penyakit menular," ungkap Tigor.
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI bersama Pemprov DKI Jakarta masih membahas penyusunan raperda penanganan COVID-19.
Anggota Bapemperda DPRD DKI Judistira Hermawan menyebut, ada satu ketentuan yang akan diatur dalam raperda tersebut.
Yaitu denda bagi masyarakat Jakarta yang menolak jika diminta melakukan tes.
Baca Juga:
Wagub DKI: Anies Minta Pembahasan Raperda COVID-19 Segera Ditetapkan
Denda bagi yang menolak tes swab dan rapid test mencapai Rp5 juta.
"Ada beberapa hal yang kita atur misalnya orang yang menghindar atau menolak untuk dilakukan pemeriksaan baik rapid maupun PCR itu dikenakan sanksi Rp5 juta."
"Ini untuk membuat masyarakat bisa mematuhi apa yang menjadi aturan di DKI Jakarta ini," ungkap Judistira, Rabu (14/10).
Selain denda bagi yang menolak tes, ada pula denda bagi warga yang memaksa mengambil jenazah kerabat yang dinyatakan probable atau terkonfirmasi positif COVID-19.
Denda tersebut sebesar Rp5 juta.
"Kemudian kalau dengan ancaman pengambilan jenazahnya itu Rp7,5 juta," kata dia. (Knu)
Baca Juga: