Pengamat Politik: Partai Politik Jangan Coba-Coba Beri Ruang untuk Militer

Kamis, 05 Oktober 2017 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Militer dan partai politik merupakan dua kutub berbeda dalam demokrasi modern. Maka dari itu, agak riskan jika ada partai politik memberi ruang kepada militer untuk terlibat dalam politik praktis.

Partai politik seharusnya tidak menginginkan dan memberikan ruang untuk para tokoh militer agar tidak terlibat di wilayah selain tugas pokoknya, kata Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Edy Prasetyono.

Edy sebagaimana dilansir Antara menyatakan terdapat partai politik yang menginginkan tokoh-tokoh dalam TNI untuk turut berlaga dalam kontestasi politik dan hal tersebut tidak etis.

"Mestinya kalau sistem kepartaian benar, jangan memberi ruang ke TNI. Ketum partai mempunyai kewajiban memperkuat kaderisasi di dalam, kenapa tiba-tiba memilih kepala daerah dengan melirik orang lain. Kalau saya, saya tutup," ujar Edy Prasetyono di Jakarta, Rabu, (4/10).

Sipil dan militer, ucap Edy, perlu bekerja dalam ranah dan kewenangan masing-masing.

Dalam konteks reformasi militer, menghilangkan budaya berpolitik di tubuh TNI menghadapi beberapa kendala karena dipengaruhi beberapa persepsi ancaman dan kepentingan institusional.

Namun, reformasi militer tidak hanya merupakan beban TNI, melainkan juga sipil yang juga harus berbenah menjalankan supremasinya dengan konsekuen dan efektif.

"Sebagian besar kalaupun ada kegagalan dalam reformasi militer, sebagian besar karena ada ketidaksiapan kita (sipil)," tutur dia.

Selain itu, Edy Prasetyono berpendapat diperlukan instrumen yang dibutuhkan oleh kekuatan keamanan agar reformasi militer berjalan.

"Sebetulnya mereka bisa dibuat lebih tenang dengan misalnya kecukupan anggaran, kecukupan alutsista," kata dia.

Sebelumnya, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengungkapkan sebuah pernyataan terdapat instansi di luar TNI dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang mengimpor 5.000 pucuk senjata.

Ucapan itu kemudian "diralat" oleh Wiranto dengan menyatakan bahwa impor itu berjumlah 500 pucuk. Menkopolhukam juga mengatakan terdapat komunikasi yang terputus di antara para pimpinan TNI, Polri dan Badan Intelijen Negara atau BIN.(*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan