Pengamat Pertanyakan Keberadaan Indonesialeaks dan Pihak yang Berada di Belakangnya

Minggu, 21 Oktober 2018 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Pengamat media dari Universitas Bung Karno, Jakarta mempertanyakan keberadaan Indonesialeaks dan pihak yang berada di belakangnya. Menurut Feri Sanjaya, situs Indonesialeaks tidak melaksanakan prinsip kerja jurnalistik.

Feri bahkan mendesak pihak berwenang untuk mengusut Indonesialeaks lantaran pemberitaannya terkesan mengadu domba Polri dan KPK.

"Seharusnya jika keberadaan portal (Indonesialeaks) tersebut, menyebarkan informasi seharusnya mencantumkan narasumber, tidak dirahasiakan, bahkan menyembunyikannya. Jangan sampai informasi hoaks yang disebarkan," katanya saat ditanya mengenai keberadaan Indonesialeaks yang menyeret nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian, di Mataram, Minggu (21/10) malam.

Pasalnya, kata dia, kalau dibiarkan maka dapat menjadi alat untuk mengkriminalisasi seseorang seperti dalam kasus dugaan perusakan alat bukti di KPK dengan sasaran Kapolri Tito Karnavian.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian masuk dalam Indonesialeaks terkait aliran dana dari Basuki Hariman (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

"Kalau dibiarkan, dikhawatirkan membuat siapa saja dapat menjadi sasaran tembak hanya karena informasi yang tidak jelas sumbernya, "ucapnya.

Keberadaan Indonesialeaks juga belum menunjukkan bagian dari Pers di Indonesia. Apa bedanya jurnalistik dengan pers? Dalam pandangan awam, jurnalistik dan pers seolah sama atau bisa dipertukarkan satu sama lain.

Namun, sesungguhnya tidak. Jurnalistik menunjuk pada proses kegiatan, sedangkan pers berhubungan dengan media dan di bawah pengawasan Dewan Pers.

Dengan demikian, jurnalistik pers berarti mengumpulkan, mengolah, memuat dan menyebarkan berita melalui media berkala pers yakni surat kabar, tabloid atau majalah kepada khalayak seluas-luasnnya dengan secepat-cepatnya.

"Indonesialeaks tidak jelas alamat kantor medianya. Cuma sekadar portal 'website' (laman) saja, yang bisa muncul menjelang momen tertentu seperti Pemilu 2019," ujarnya.

Sementara itu, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyatakan paling utama karya jurnalistik itu harus mengedepankan unsur kehati-hatian, mengingat sekali disampaikan ke permukaan tidak bisa ditarik kembali karena berbekas.

"Karya jurnalistik itu berbasis pada data, fakta dan analisis, "katanya kepada Antara saat diminta tanggapannya mengenai pemberitaan Indonesialeaks yang menyebut nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Minggu malam.

Ia menambahkan karya jurnalistik juga harus melakukan cek dan ricek kepada lembaga-lembaga atau individu-individu terkait. Konfirmasi itu sangat diperlukan dalam bidang jurnalistik, misalnya, yang terkait menyebutkan nama kapolri.

Sejatinya, kata dia, mereka harus melakukan ricek juga kepada kapolri sebelum merilis dan menyampaikan data tersebut ke permukaan.

"Karena sekali disampaikan ke permukaan menurut teori komunikasi tidak bisa ditarik karena berbekas," tutupnya.(*)

Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Belum Ada Payung Hukum untuk Ekonomi Kerakyatan, DPR Ajukan UU Kewirausahaan

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan