Penangkapan Terhadap Jurnalis saat Meliput Demo UU Ciptaker Dinilai Bertentangan dengan HAM
Jumat, 09 Oktober 2020 -
MerahPutih.com - Sejumlah wartawan dilaporkan mengalami pemukulan bahkan penangkapan oleh kepolisian saat meliput demo tolak UU Cipta Kerja.
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menegaskan, bahwa wartawan tidak boleh mengalami intimidasi dan kekerasan saat meliput. Sebab, kerja mereka dilindungi undang-undang.
"Wartawan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Maka, kekerasan kepada wartawan sangat disayangkan," kata Suparji dalam siaran persnya pada Jumat (9/10).
Baca Juga
Soal UU Cipta Kerja, Menkopolhukam Sebut Lebih Banyak Beredar Kabar Tidak Benar
Ia juga menegaskan bahwa intimidasi kepada wartawan bertententangan dengan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Wartawan, kata dia, memiliki hak untuk menjalankan kerja jurnalistik.
"Penangkapan sangat bertentangan dengan hukum dan HAM. Terlebih ini diduga dilakukan oleh Polisi. Seharusnya Polisi bisa membedakan mana wartawan dan mana peserta demo," paparnya.
Oleh sebab itu, ia menekankan agar polisi melalukan evaluasi dalam mengamankan kegiatan aksi. Jangan sampai, kata dia, wartawan yang dilindungi undang-undang justru menjadi korban.
"Wartawan yang ditangkap harus segera dibebaskan dan polisi perlu melakukan evaluasi," tutup Suparji.
Jurnalis CNNIndonesia.com, Tohirin, ia mengaku kepalanya dipukul dan ponselnya dihancurkan polisi ketika ia meliput demonstran yang ditangkap kemudian dibogem di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Ketika itu dia tak memotret atau merekam perlakuan itu.
Polisi tak percaya kesaksiannya, lantas merampas dan memeriksa galeri ponselnya. Polisi marah ketika melihat foto aparat memiting demonstran. Akibatnya, gawai yang ia gunakan sebagai alat liputan itu dibanting hingga hancur, maka seluruh data liputannya turut rusak.
“Saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul, beruntung saya pakai helm,” kata Thohirin, yang mengklaim telah menunjukkan kartu pers dan rompi bertuliskan ‘Pers’ miliknya ke aparat.
Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di daerah Thamrin, juga jadi sasaran polisi. Ia merekam polisi yang diduga mengeroyok demonstran. Sontak terduga seorang polisi berpakaian sipil serba hitam dan anggota Brimob menghampirinya. Aparat meminta kamera pemuda itu, namun Peter menolak lantaran bahwa ia jurnalis yang resmi meliput.
Polisi menolak pengakuan Peter, lantas merampas kameranya. Peter diseret, dipukul, dan ditendang gerombolan polisi itu, hingga tangan dan pelipisnya memar. “Akhirnya kamera saya dikembalikan, tapi mereka ambil kartu memorinya,” ujar Peter.
Baca Juga
Jenguk Demonstran, Anggota DPR Adian Napitupulu Sambangi Polda Metro Jaya
Ponco Sulaksono, jurnalis dari merahputih.com turut jadi sasaran amuk polisi. Dia ‘hilang’ beberapa jam, sebelum akhirnya diketahui kalau ia dibekuk aparat. Ponco ditahan di Polda Metro Jaya.
Aldi, jurnalis Radar Depok sempat merekam momen Ponco keluar dari mobil tahanan. Aldi bersitegang dengan polisi, nahas ia turut diciduk. (Knu)