Novel Yakin Teror ke Dirinya Bukan Serangan Pribadi

Senin, 22 Juni 2020 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengatakan teror terhadap dirinya bukan sekedar serangan terhadap pribadi.

Kedua pelaku, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir mengaku menyerang Novel karena punya dendam pribadi dengan Novel karena diangap 'lupa' dengan institusi Polri.

Baca Juga

Jokowi Ultah, Ini Permintaan Novel Baswedan Jelang Vonis Pelaku

Novel mengatakan, penyiraman air keras terhadap wajahnya bukan satu-satunya serangan yang terjadi. Ia dan rekannya sesama penyidik di KPK kerap mengalami teror.

“Bahkan ada pimpinan KPK juga mengalami teror," jelas Novel dalam diskusi Minggu (21/6).

Teror tersebut seharusnya tidak sulit dibuktikan. Namun, kenyataannya tidak satu pun kasus yang dibuktikan dalam rangka keberpihakan negara terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis menjalani sidang dakwaan di PN Jakarta Utara, Kamis (19/3). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis menjalani sidang dakwaan di PN Jakarta Utara, Kamis (19/3). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana memperkirakan kasus penyerangan terhadap Novel merupakan kasus teror pertama atas aktivitas pemberantasan korupsi yang masuk pengadilan.

Transparency International pernah merilis riset pada 2004-2018 bahwa ada sekitar 100 kasus teror terhadap aktivis pemberantasan korupsi. Yang menarik, kata Arif, jumlah kasusnya semakin naik setiap tahun. Dan sampai kini belum ada satu pun pelakunya yang dihukum.

“Kasus Mas Novel ini adalah kasus yang pertama saya kira,” kata Arif yang juga merupakan Tim Advokasi Novel Baswedan ini.

Arif sangat menyayangkan sikap pasif yang ditunjukan hakim. Dia menyebut proses pengadilan kasus ini seharusnya harus disikapi serius majelis hakim karena tindakan pelaku dianggap mencederai upaya pemberantasan korupsi.

"Ini yang membuat kita ragu dari awal bahwa persidangan ini berjalan dengan adil," ujar dia.

Ia mengkritisi pendampingan hukum yang diberikan Polri terhadap kedua pelaku. Bantuan hukum ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Kepolisian RI.

Pasal 13 ayat (2) PP itu menyebutkan bantuan hukum diberikan kepada anggota Polri yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas.

Baca Juga

Eks Pimpinan KPK: Sikap Presiden Diskriminatif dalam Kasus Novel Baswedan

Sementara itu, kedua pelaku penyiraman terhadap Novel melakukan tindak pidana kejahatan.

"Dan kita sampaikan catatan dari awal persidangan apakah memang penyerangan terhadap Novel Baswedan ini memang betul bagian dari tugas yang memang diberikan. Ini kan memang menjadi pertanyaan dan perlu kemudian ditelusuri," ujar dia.

Novel disiram air keras oleh dua orang seusai melaksanakan salat Subuh di dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 11 April 2017. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan