Penangkapan SYL Disebut Upaya Ketua KPK Tutupi Dugaan Pemerasan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: MP/Dicke Prasetia)
MerahPutih.com - Penangkapan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disebut sebagai upaya Ketua KPK Firli Bahuri menutup penanganan kasus dugaan pemerasan di Polda Metro Jaya.
Diketahui, Polda Metro Jaya tengah menyidik kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terkait dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
"Saya meyakini sebagai abuse of power. Jadi, upaya Firli untuk menutup atau membungkam perkara pemerasannya. Ini yang bahaya," kata mantan penyidik KPK Novel Baswedan saat dihubungi, Jumat (13/10).
Baca Juga:
Reaksi Jokowi saat Tahu Syahrul Yasin Limpo Jadi Tersangka KPK
Sejumlah alasan di balik tudingan tersebut diungkapkan oleh Novel. Salah satunya soal jeda waktu antara terbitnya Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) kasus Kementan pada 16 Juni 2023 dan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) yang diteken pada 26 September 2023.
Menurut pria yang saat ini berstatus ASN Polri itu, hal tersebut tidak lazim karena penanganan kasus korupsi di KPK harus segera.
"Setelah LKTPK jadi, biasanya di hari yang sama Sprindik dibuat. Ini bisa dicek di perkara siapa pun. Ini ternyata bedanya (harinya) lama. Ini menunjukkan bahwa KPK tidak buru-buru, cenderung malah enggak mau menaikkan perkara ini walaupun sudah diputuskan," ungkapnya.
Novel juga menyoroti kejanggalan surat panggilan pemeriksaan dan penangkapan Syahrul Yasin Limpo yang sama-sama tertanggal 11 Oktober 2023.
Menurutnya, ada motif tertentu di balik penangkapan Syahrul. Pasalnya, sebelumnya sudah terjadi kesepakatan antara tim penyidik KPK dengan pihak Syahrul untuk melakukan pemeriksaan pada hari ini.
Baca Juga:
Febri Diansyah Nilai Ada Kejanggalan dalam 2 Surat KPK Terkait Penangkapan SYL
Berdasarkan dua surat yang diterima awak media, surat pemeriksaan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, sedangkan surat perintah penangkapan ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Dalam surat perintah penangkapan tersebut berisi narasi pimpinan KPK sebagai penyidik. Padahal, dalam Undang-Undang No 19 tahun 2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.
"Seharusnya pimpinan itu sadar karena dengan UU KPK yang baru (UU 19/2019) ini pimpinan bukan lagi penyidik, mestinya dia tidak bisa menandatangani (surat perintah penangkapan)," kata Novel.
Novel khawatir, pejabat struktural KPK yang diminta meneken surat perintah penangkapan tersebut tidak mau disuruh melakukan tindakan abuse of power.
“Karena enggak mau, dia (Firli) sendiri (yang menandatangani) karena dia yang memerintahkan," tegas Novel. (Pon)
Baca Juga:
Polda Metro Bakal Periksa Ajudan Ketua KPK Hari Ini
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Baru Akan Buka Detail Dugaan Korupsi Kereta Cepat Saat Masuk Tahap Penyidikan
KPK Ingatkan Langkah Yang Perlu Ditempuh Pemda DKI Gunakann Tanah Bekas RS Sumber Waras
Whoosh Dibidik KPK Sejak Awal 2025, Nama-Nama Saksi Masih Ditelaah
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, PDIP: Kita Dukung KPK, Diperiksa Saja
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Ekonom Desak Transparansi Tender Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, KPK Diminta Segera Turun Tangan
Cegah Penyimpangan, Kemenhaj Ajak KPK dan Kejagung Kawal Layanan Haji 2026
Peluang Luhut Dipanggil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Begini Jawaban KPK
Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Jokowi: Prinsip Dasar Transportasi Bukan Mencari Laba