LBH Jakarta: Omnibus Law Bentuk Kejahatan Konstitusi

Senin, 05 Oktober 2020 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyesalkan langkah pemerintah dan DPR yang secara kilat melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja.

Diketahui, pada Sabtu (3/10) malam, pemerintah dan DPR menyepakati RUU Cipta Kerja akan dibawa ke paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang pada Kamis (8/10) mendatang.

"RUU Cipta Kerja sejak awal kemunculannya, kita lihat bahwa RUU ini cacat formiil, cacat prosedural dan secara substansi materiil juga cacat. Karena menabrak berbagai ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan. Bahkan juga konstitusi sebagai hukum tertingi di negara ini," kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana, Minggu (4/10) kemarin.

Baca Juga:

Jika RUU Omnibus Law Disahkan, Presiden Buruh Klaim 32 Federasi Bakal Mogok Nasional

Menurut Arif, RUU Cipta Kerja ini tidak hanya berdampak pada kaum buruh, tapi juga sektor pendidikan, sumber daya alam, hingga ibu rumah tangga. Bahkan, arif menilai RUU Cipta Kerja sebagai bentuk kejahatan konstitusi.

"Bukan hanya kejahatan, tetapi ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah dan DPR terhadap prinsip demokrasi, konstitusi dan juga negara hukum yang mestinya ditegakkan oleh mereka yang berkuasa hari ini," tegas Arif.

Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana kritik Omnibus Law (Foto: antaranews)
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana kritik Omnibus Law (Foto: antaranews)

Arif juga menyoroti proses pembahasan RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja ini berjalan senyap. Menurutnya, proses pembahasan dilakukan tanpa melibatkan unsur kaum buruh dan masyarakat yang terdampak.

"Proses perjalanannya tertutup, sembunyi-sembunyi, diskriminatif, hanya melibatkan kelompok pengusaha, tanpa melibatkan partisipasi terhadap rakyat yang akan terdampak," ujarnya.

Baca Juga:

Formappi Nilai DPR-Pemerintah Gunakan 'Celah' COVID-19 Kebut Omnibus Law

Omnibus Law, kata Arif, bukan hanya mengatur soal ketenagakerjaan, tapi juga mengatur berbagai persoalan kehidupan. Oleh karena itu, dia menyesalkan, proses pembentukannya mengabaikan kepentingan rakyat

"Rakyat yang butuh hak atas informasi, butuh keterbukaan sebagai prinsip demokrasi, itu tidak diberikan. Ini sangat memprihatinkan. Meskipum negara Indonesia ini adalah negara hukum, tetapi pada praktiknya adalah oligarki yang berkuasa," tandas Arif. (Pon)

Baca Juga:

Enggak Pakai Uang Negara, JKP di RUU Omnibus Law Dinilai Beratkan Buruh

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan