Formappi Nilai DPR-Pemerintah Gunakan 'Celah' COVID-19 Kebut Omnibus Law

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 05 Oktober 2020
Formappi Nilai DPR-Pemerintah Gunakan 'Celah' COVID-19 Kebut Omnibus Law

Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

Merahputih.com - Gerak cepat DPR menyelesaikan pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja menuai kritikan.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menuturkan, gerak cepat ini seolah memanfaatkan konsentrasi banyak orang yang tengah berjuang di tengah pandemi.

"Masa pandemi yang semestinya harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dan DPR untuk mencari solusi atas pandemi justru jadi pilihan strategis untuk meloloskan RUU Cipta Kerja yang tak peduli pada keinginan dan aspirasi berbagai pihak yang menganggap substansi RUU itu masih dipenuhi masalah," jelas Lucius kepada Merahputih.com di Jakarta, Senin (5/10).

Baca Juga:

MUI Anggap RUU Omnibus Law Berbahaya, Ini Alasannya

Lucius mengingatkan, tentang substansi RUU Cipta Kerja, yang menuai banyak catatan yang disampaikan oleh kelompok buruh.

Kesimpulannya, RUU ini memperlihatkan masih banyaknya bolong yang seharusnya menjadi pertimbangan serius DPR sebelum memutuskan RUU ini diparipurnakan.

"Catatan-catatan dari kelompok buruh hanya mewakili kelompok kepentingan lain yang juga memperlihatkan keberatan mereka atas apa yang ingin ditetapkan DPR melalui RUU Cipta Kerja," ungkap Lucius.

Ia mengaku sulit memahami bagaimana DPR dan Pemerintah menghadiahi para buruh dan kelompok masyarakat lain dengan RUU yang secara substansi masih cacat, dan itu dihadiahi dalam masa pandemi saat ini.

"Bagaimana DPR dan pemerintah menjelaskan apa yang mereka hasilkan itu akan memberikan bantuan signifikan kepada pekerja jika yang diatur dalam RUU Cipta Kerja justru sesuatu yang akan "membunuh" mimpi untuk hidup sejahtera dari para pekerja?," terang pria asal Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur ini.

Lucius menegasakan, jika pemerintah dan DPR dengan tulus memperhatikan dan peduli pada rakyat, maka mereka tak seharusnya buru-buru mengesahkan RUU Cipta Kerja ini.

Jika disahkan, mereka seolah-olah sedang mengolok-olok rakyat di tengah pandemi yang sedang berjuang untuk kehidupan yang lebih baik atau bahkan ada yang sekedar berjuang untuk bertahan hidup.

''Alih-alih membawa suasana optimisme dalam hidup, kehadiran RUU ini justru menghunjam rasa pesimisme pada rakyat yang tengah berjuang di tengah pandemi," papar dia.

Lucius meyakini, DPR dan Pemerintah masih bisa menunda pengesahan RUU ini di paripurna, jika nasib rakyat yang menjadi dorongan mereka menghadirkan RUU ini.

Ilustrasi Rapat DPR. (Foto: dpr.go.id)

Andai mereka ngotot, maka sudah hampir pasti jawabannya bahwa mereka sedang bekerja untuk satu dua orang investor raksana yang menunggu keuntungan dibalik keringat penderitaan rakyat sendiri.

"Empati itu kata kunci yang harus dibuktikan disaat pandemi ini, bukan sinisme elit kepada rakyat yang menderita," tutup Lucius.

DPR dan Pemerintah resmi menyelesaikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di tingkat I atau tingkat badan legislasi (baleg) DPR. Dengan demikian, tinggal disahkan di Rapat Paripurna pada Kamis 8 Oktober mendatang lalu diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

Keputusan tingkat I diambil dalam rapat terakhir panitia kerja RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR pada Sabtu malam (3/10).

Perwakilan pemerintah yang hadir secara langsung dan daring antara lain Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkumham Yasonna Laoly, Menaker Ida Fauziah.

Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri KLHK Siti Nurbaya Menteri ESDM Arifin Tasrif serta Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki. "Apakah semuanya setuju untuk dibawa ke tingkat selanjutnya?" kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas.

"Setuju." tutur para peserta rapat.

Baca Juga:

Pedagang Pasar Tolak Preman Awasi Protokol Kesehatan

Dalam rapat terakhir tingkat baleg, fraksi Demokrat dan PKS memutuskan untuk menolak ikut menetapkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Perwakilan Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan menilai masih ada substansi yang perlu dibahas komprehensif, sehingga tak bisa diburu-buru.

"Berdasarkan itu maka kami izinkan partai demokrat menyatakan menolak RUU Ciptaker ini. Kita tidak perlu terburu-buru. Ini penting agar produk yang dihasilkan dari RUU Ciptaker tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya," kata Hinca dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I, Sabtu (3/10).

Sementara itu, tujuh fraksi lainnya setuju membawa pembahasan ke tingkat selanjutnya, yaitu fraksi PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN dan PPP menerima. (Knu)

#DPR #RUU Cipta Kerja
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Media Asing Sebut IKN Kota Hantu, DPR Minta Badan OIKN Jangan Cuma Diam
"Salah satu hal yang kerap menjadi persoalan adalah tata kelola komunikasi publik OIKN," kata Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin
Wisnu Cipto - Jumat, 31 Oktober 2025
Media Asing Sebut IKN Kota Hantu, DPR Minta Badan OIKN Jangan Cuma Diam
Indonesia
Pertalite Bikin Banyak Motor Mogok di Jatim, DPR Tegur Pertamina: Jangan Cuma Bilang "Hasil Uji Baik”
DPR menegur keras Pertamina usai viral pengendara di Jawa Timur alami motor brebet setelah isi Pertalite. DPR desak audit mutu dan transparansi hasil uji BBM.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 31 Oktober 2025
Pertalite Bikin Banyak Motor Mogok di Jatim, DPR Tegur Pertamina: Jangan Cuma Bilang
Indonesia
Pasca-Putusan MKD, Gerindra Pastikan Rahayu Saraswati Tetap Jabat Wakil Ketua Komisi VII DPR
Gerindra memastikan Rahayu Saraswati yang juga keponakan Presiden Prabowo Subianto tetap menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI
Wisnu Cipto - Kamis, 30 Oktober 2025
Pasca-Putusan MKD, Gerindra Pastikan Rahayu Saraswati Tetap Jabat Wakil Ketua Komisi VII DPR
Indonesia
DPR Tegaskan Tumpukan Beras Bulog 3,8 Juta Ton Seharusnya Cukup untuk Tameng Subsidi, Bukan Jadi Alasan Cabut Izin Pedagang
Jika harga pasar naik, pemerintah punya instrumen sangat lengkap untuk menstabilkannya kembali
Angga Yudha Pratama - Rabu, 29 Oktober 2025
DPR Tegaskan Tumpukan Beras Bulog 3,8 Juta Ton Seharusnya Cukup untuk Tameng Subsidi, Bukan Jadi Alasan Cabut Izin Pedagang
Indonesia
Kuota Haji 2026 Akhirnya Ditetapkan 221.000 Jemaah, Negara Wajib Beri Pelayanan Terbaik Bukan Cuma Janji Manis
Komisi VIII meminta pemerintah memastikan dua syarikah penyedia layanan haji yang ditunjuk memperbaiki kinerja dan menyerahkan seluruh dokumen kontraktual
Angga Yudha Pratama - Rabu, 29 Oktober 2025
Kuota Haji 2026 Akhirnya Ditetapkan 221.000 Jemaah, Negara Wajib Beri Pelayanan Terbaik Bukan Cuma Janji Manis
Indonesia
DPR INgatkan Revisi UU ASN Harus Komprehensif, Bukan Cuma Soal Pengawas Tapi Juga Kepastian Status Honorer
UU ASN membagi ASN menjadi PNS dan PPPK
Angga Yudha Pratama - Rabu, 29 Oktober 2025
DPR INgatkan Revisi UU ASN Harus Komprehensif, Bukan Cuma Soal Pengawas Tapi Juga Kepastian Status Honorer
Indonesia
Usulan PPPK Diangkat Jadi PNS Dapat Dukungan dari DPR: Demi Kesejahteraan dan Karier yang Pasti
Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad dukung usulan PPPK diangkat jadi PNS, dinilai beri kepastian, kesejahteraan, dan karier yang lebih baik.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 29 Oktober 2025
Usulan PPPK Diangkat Jadi PNS Dapat Dukungan dari DPR: Demi Kesejahteraan dan Karier yang Pasti
Indonesia
Hari Santri Jadi Momen Krusial! Pemerintah Diingatkan Agar Pendidikan Keagamaan Tidak Terlupakan dalam Revisi UU Sisdiknas
Beberapa isu utama revisi UU Sisdiknas yang menjadi sorotan Fikri meliputi kodifikasi undang-undang, penegasan posisi pendidikan keagamaan dan pesantren
Angga Yudha Pratama - Selasa, 28 Oktober 2025
Hari Santri Jadi Momen Krusial! Pemerintah Diingatkan Agar Pendidikan Keagamaan Tidak Terlupakan dalam Revisi UU Sisdiknas
Indonesia
Politikus DPR Usulkan Pelajaran Bahasa Portugis Diujicobakan di NTT
Hetifah juga meminta pemerintah memperhatikan dampak implementasinya terhadap kurikulum yang sudah padat.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 27 Oktober 2025
Politikus DPR Usulkan Pelajaran Bahasa Portugis Diujicobakan di NTT
Indonesia
DPR Sebut 'Gimmick' AMDK Berlabel 'Air Pegunungan' Bentuk Pelecehan Kedaulatan Negara, Menteri Jangan Hanya Mengimbau Masyarakat
Hanif mengingatkan publik agar tidak mudah tertipu dengan label "air pegunungan"
Angga Yudha Pratama - Senin, 27 Oktober 2025
DPR Sebut 'Gimmick' AMDK Berlabel 'Air Pegunungan' Bentuk Pelecehan Kedaulatan Negara, Menteri Jangan Hanya Mengimbau Masyarakat
Bagikan