MK Putuskan Perppu Cipta Kerja Tak Langgar Aturan, Gugatan Buruh Ditolak
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (23/5). ANTARA/A Rauf Andar Adipati
Merahputih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai UU tak melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan.
Hal itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan yang dihadiri sembilan hakim konstitusi, Senin (2/10). Beleid itu digugat oleh sejumlah elemen buruh dan masyarakat.
Baca Juga:
Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Putusan MK Terkait Omnibus Law Tak Sesuai Ekspektasi
"Menolak permohonan penggugat," kata Anwar Usman di channel YouTube MK, Senin (2/10).
MK menyatakan dalil gugatan 'kegentingan yang memaksa' yang tidak dipenuhi lahirnya Perppu Ciptaker ditolak hakim konstitusi.
Sebab, hal itu menjadi kewenangan DPR untuk menilainya.
"Hal ihwal kegentingan yang memaksa sesuai dengan parameter yang telah ditentukan dalam pertimbangan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar hakim MK Daniel membacakan pertimbangan MK.
Fungsi pengawasan oleh DPR dan menempuh rangkaian pembentukan UU di DPR dan akhirnya mendapatkan persetujuan UU 6/2023. Maka penetapan Perppu 2/2022 merupakan kebijakan hukum presiden yang sesuai dengan konstitusi.
Baca Juga:
Rizal Ramli: Demo Buruh Tolak Omnibus Law Bentuk Ekspresi Penderitaan Rakyat
Alasan lain, MK menilai lahirnya Perppu Ciptaker karena dampak perang Rusia-Ukraina sehingga bisa dipahami sebagai kegentingan yang memaksa. Apalagi situasi ekonomi baru saja dihantam oleh pandemi COVID-19.
MK juga menilai Perppu Ciptaker tidak melanggar prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum dan jaminan kepastian hukum.
"Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil Perppu melanggar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan pembentuk UU untuk memperbaiki kembali prosedural formal pembentukan UU 11/2020, bukan dengan menerbitkan perppu, adalah tidak beralasan menurut hukum," ucap Guntur Hamzah.
Putusan ini tidak bulat. Empat hakim konstitusi tidak sependapat dan membuat dissenting opinion, yaitu Enny Nurbaningsih, Saldi ISra, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.
Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh 15 pemohon berbentuk serikat/konfederasi serikat buruh, dengan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana cs sebagai advokat. (Knu)
Baca Juga:
Rizal Ramli Sebut Ada Penyelundupan Undang-Undang dalam Omnibus Law
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
MK Tolak Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Pilihannya Jangan Dipilih Lagi di Pemilu
MK Tolak Rakyat Berhentikan Anggota DPR yang Nyeleneh, PAW Tetap Jadi Monopoli Partai Politik
Ratu Belanda Maxima Cek Kualitas Hidup Buruh Pabrik Tekstil
HGU 190 Tahun Dibatalkan, Basuki Hadimuljono Tegaskan Putusan MK tak Ganggu Kepastian Investasi di IKN
Iwakum Nilai Kesaksian Pemerintah Justru Ungkap Kelemahan Pasal 8 UU Pers
MK Batalkan HGU 190 Tahun, Nusron Wahid: Kita Ikuti Keputusan Hukum
Masa HGU di IKN Dipangkas, Komisi II DPR Dorong Kajian Regulasi Tanpa Ganggu Investasi
Putusan MK Larang Polisi Isi Jabatan Sipil, Mabes Polri Tarik Perwira Tinggin yang dalam Masa Orientasi Alih Jabatan di Kementerian
Mahasiswa Uji Materi UU MD3, Ketua Baleg DPR: Bagian dari Dinamika Demokrasi
Patuhi Putusan MK, Polri Tarik Irjen Argo Yuwono Dari Kementerian UMKM