Kukuh Ngotot Bahas Omnibus Law, Puan Maharani Cs Dicap 'Provokasi' Buruh
Senin, 20 April 2020 -
MerahPutih.com - Pengamat politik Karyono Wibowo menilai sikap keras elemen buruh ngotot menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena sikap DPR dan Pemerintah yang masih ingin tetap membahas RUU tersebut di tengah situasi Pandemik COVID-19.
Pasalnya, hingga kini lembaga yang dipimpin Puan Maharani itu masih kekeuh membahas RUU yang dianggap kontroversial itu.
Baca Juga
Seratus Hari Pemerintahan, Jokowi Dianggap Hanya Sibuk Urus Omnibus Law
“Boleh jadi, rencana aksi yang akan digelar kalangan buruh karena terprovokasi oleh sikap DPR yang masih memaksakan membahas RUU Cipta Kerja di tengah bangsa ini berjibaku melawan pandemi COVID-19,” kata Karyono kepada Meraphputih.com di Jakarta, Senin (20/4).
Menurut Karyono, secara prinsip perjuangan organisasi pekerja dalam menuntut hak-hak buruh patut didukung dan diapresiasi. Hak-hak pekerja memang tidak boleh dikangkangi. Kepentingan kaum buruh harus dilindungi, termasuk hak untuk menyampaikan pendapat.

Hanya saja di tengah situasi seperti saat ini, semua pihak disarankan agar tetap menahan ego masing-masing dan memilih langkah yang lebih memilih kemaslahatan bersama.
"Untuk menjaga kondusifitas, maka DPR, Pemerintah dan Pengusaha dituntut agar lebih peka terhadap nasib kalangan buruh, dimana saat ini mereka terancam PHK, ribuan buruh telah dirumahkan. Sementara mereka tengah berjibaku melawan ancaman Corona dan berjuang untuk mempertahankan hidup,” paparnya.
Baca Juga
Sandiaga Desak Omnibus Law Beri Insentif Tangkal Efek Ekonomi Corona
Karyono berharap agar para pimpinan organisasi buruh bisa menahan dirinya untuk menjaga situasi tetap kondusif. Apalagi saat ini Indonesia khususnya di wilayah DKI Jakarta, tengah dilakukan upaya keras memutus mata rantai penyebaran virus Corona. Dibutuhkan juga kearifan organisasi buruh untuk menahan diri sejenak dengan tidak melakukan aksi turun ke jalan.
"Dalam situasi saat ini organisasi buruh ditantang untuk mencari alternatif dalam menyampaikan aspirasi tanpa mengurangi substansi,” tuturnya.
Karyono menuturkan, bahwa efek dari pandemi COVID-19 ini telah mengubah pola dan relasi sosial di pelbagai sektor kehidupan. Oleh karena itu, semua sektor, tak terkecuali organisasi buruh dalam menyampaikan aspirasi perlu beradaptasi dengan situasi dan kondisi.
Kreatifitas organisasi buruh dalam menyampaikan aspirasi merupakan keniscayaan. Apalagi dalam situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah diberlakukan di DKI Jakarta dan sejumlah daerah mengharuskan masyarakat melakukan physical distancing.
Maka, jika organisasi buruh masih menggunakan pola dan paradigma konvensional seperti aksi unjuk rasa turun ke jalan, maka hal itu sangat rawan terjadi penyebaran virus Corona, yang justru menimbulkan persoalan baru karena berpotensi memperpanjang mata rantai virus Corona.
Perlu diketahui, bahwa Presiden KSPI Said Iqbal telah sepakat bersama aliansinya yakbi MPBI bersana Andi Gani dan Elly Rosita untuk menurunkan 50 ribu pasukan buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Koordinator Perekonomian dan DPR RI.
Aksi tersebut dijadwalkan akan digelar pada hari Kamis 30 April 2020, dengan tiga tuntutan utama.
Baca Juga
“Tuntutan dalam aksi ini adalah tolak omnibus law RUU Cipta Kerja, stop PHK, dan liburkan buruh dengan upah penuh selama pandemi corona berlangsung,” kata Said Iqbal di Jakarta, Kamis (16/4).
Bahkan menurut Said Iqbal, buruh akan tetap mengikuti protokol pandemi corona, yaitu jaga jarak, memakai masker, dan hand sanitizer sepanjang aksi unjuk rasa berlangsung. (Knu)