KPK Sebut Skandal Suap Komisioner KPU dan Caleg PDIP Pengkhianatan Demokrasi
Jumat, 10 Januari 2020 -
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut skandal suap yang melibatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan caleg PDI Perjuangan Harun Masiku merupakan pengkhianatan terhadap proses demokrasi.
"Persengkongkolan antara oknum penyelenggara negara pemilu dengan politisi dapat disebut sebagai pengkhianatan terhadap proses demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah dan biaya yang sangat mahal," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1).
Baca Juga:
Penangkapan Komisioner KPU Bukan Pengalihan Isu Munculnya Nama Firli di Sidang Korupsi
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka yakni Wahyu, Harun, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina dan pihak swasta Saeful.
Kasus ini bermula pada awal Juli 2019, saat salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni selaku advokat mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," ujar Lili.

Gugatan ini, kata Lili, dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antarwaktu.
Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut.
"Namun, tanggal 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Alm Nazarudin Kiemas," tuturnya.
Baca Juga:
Hasto Dukung KPK Kembangkan Suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Lili melanjutkan, dua pekan kemudian PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.
"SAE (Saeful) menghubungi ATF (Agustiani Tio Fridelina) dan melakukan lobi untuk mengabulkan HAR (Harun Masiku) sebagai PAW," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Lili, Agustiani mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari Saeful kepada Wahyu untuk membantu proses penetapan Harun. Wahyu menyanggupi membantu dengan meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. (Pon)
Baca Juga: