KPK Luncurkan Hasil Survei Penilaian Integritas Tahun 2018, Ini Hasilnya

Rabu, 02 Oktober 2019 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui fungsi Penelitian dan Pengembangan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini, Selasa (1/10) meluncurkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) di depan perwakilan 26 Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang telah mengikuti rangkaian survei.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan survei diselenggarakan dalam kurun waktu 12 bulan, yakni Juli 2017 – Juli 2018. Hasilnya, nilai Indeks Integritas SPI 2018 tertinggi diraih oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan nilai 78,26 dan terendah adalah Mahkamah Agung dengan nilai indeks integritas 61,11.

Baca Juga:

Alexander Marwata Bantah KPK Tolak Firli Bahuri Sebagai Pimpinan

"Capaian SPI diharapkan dapat meningkatkan IPK secara keseluruhan, lalu bisa kita integrasikan dengan capaian MCP korsupgah. Apakah sinkron atau tidak? Kalau ternyata nilai MCP nya tinggi tapi nilai SPI nya rendah, bisa jadi administratifnya saja yang baik, tetapi pelaksanaannya belum baik,” kata Alex sapaan Alexander Marwata di Gedung Penunjang KPK, Kuningan, Jakarta.

Rilis hasil survei peningkatan integritas 2019 oleh KPK
Perilisan hasil survei peningkatan integritas 2019 oleh KPK (MP/Ponco Sulaksono)

Karenanya, Alex menambahkan, hasil survei ini agar ditindaklanjuti oleh semua peserta dengan membuat sistem atau program pencegahan korupsi di instansinya masing-masing.

Menurut Alex, aspek yang dinilai dalam SPI antara lain budaya organisasi seperti kejadian suap/gratifikasi/keberadaan calo, sistem antikorupsi seperti sosialisasi antikorupsi/pengaduan pelaku korupsi, pengelolaan SDM seperti nepotisme penerimaan pegawai/promosi jabatan, pengelolaan anggaran seperti penyelewengan anggaran/perjalanan dinas fiktif/honor fiktif.

"Tujuannya adalah untuk memetakan isu integritas dan area rentan korupsi serta untuk meningkatkan kesadaran akan risiko korupsi. Kesadaran ini diharapkan mendorong inisiatif peserta untuk melakukan perbaikan sistem pencegahan korupsi," ujar dia.

Survei ini, kata Alex, juga memberikan gambaran umum permasalahan integritas. Antara lain ditemukan sekitar 22% responden internal pernah mendengar atau melihat keberadaan calo. Temuan ini muncul di semua lembaga peserta.

"Terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar 17%. Sekitar 25% responden internal pernah mendengar atau melihat keberadaan nepotisme dalam penerimaan pegawai, juga meningkat dari tahun 2017 yakni 20%," ujarnya.

Sekitar 5,6% responden internal pernah mendengar atau melihat keberadaan suap dalam kebijakan promosi atau meningkat dibandingkan tahun 2017 yang hanya 4%. Sekitar 21% responden internal juga cenderung percaya bahwa suap atau gratifikasi mempengaruhi kebijakan karir di lembaganya.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sedangkan, terkait gratifikasi, sebanyak 25% responden pengguna layanan melihat atau mendengar pegawai menerima suap atau gratifikasi. Angka ini turun dari tahun 2017 yang mencapai 30%. Temuan ini juga muncul di semua peserta.

"Temuan lainnya adalah 2 dari 10 pegawai menyaksikan pelapor praktik korupsi di unit kerja dikucilkan, diberi sanksi atau karirnya dihambat dalam 12 bulan terakhir," imbuhnya.

Selain itu, lanjut Alex, 2 dari 10 Pengguna layanan cenderung tidak percaya bahwa melaporkan korupsi akan mendapatkan perlindungan. Nilai sama ditemukan pada SPI 2017.

Alex mengatakan pada 2018 survei dilaksanakan terhadap 26 K/L/PD dengan target sampel pada setiap K/L/PD sebanyak 130 responden terdiri atas 60 responden internal yang merupakan pegawai K/L/PD), 60 responden eksternal yaitu para pengguna layanan dan 10 responden eksper adalah narasumber ahli.

Ke-26 K/L/PD tersebut terdiri atas 6 K/L yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Kesehatan, Mahkamah Agung, Kepolisian Republik Indonesia dan 20 Pemprov, yaitu Aceh, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Gororntalo, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah.

"Nilai indeks integritas Kepolisian RI tidak dapat ditampilkan karena kecukupan sampel internal tidak terpenuhi. Demikian juga dengan Pemprov Sulawesi Tengah, karena kecukupan sampel eksternal tidak terpenuhi," kata dia.

Baca Juga:

Alexander Marwata Yakin Independensi KPK Terjaga Meski Pegawai Menjadi ASN

SPI adalah survei tahunan yang telah dimulai sejak 12 tahun lalu. Pertama kali diselenggarakan pada 2007 dengan mengacu kepada metode yang digunakan oleh Anti-Corruption and Civil Rights Commission (ACRC) Korea Selatan dan direkomendasikan oleh Organization for economic Cooperation and Development (OECD). Metode penilaian ini juga telah diterapkan secara luas di beberapa negara dengan nama integrity assessment dan diakui secara internasional.

Sebelumnya, pada 2017 survei dilakukan terhadap 36 K/L/PD. Pemkot Banda Aceh meraih nilai indeks integritas tertinggi dengan nilai 77,39 dan nilai terendah yaitu 52,91 diperoleh Pemprov Papua.

Selanjutnya, SPI dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) akan menjadi prioritas nasional sehingga pemerintah daerah wajib menganggarkan kegiatan ini sesuai Permendagri No.33 Tahun 2019. Survei tahun 2019 yang akan dilaksanakan tahun 2020 akan melibatkan 542 Pemda dan 84 K/L.(Pon)

Baca Juga:

Ajukan Uji Materi di MK Jadi Upaya Batalkan Revisi UU KPK

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan