Kebijakan Masa Tunggu Haji 26 Tahun Ciptakan Ketidakadilan Baru yang Rugikan Ribuan Calon Haji, Prioritaskan Jemaah Lansia Agar Tidak Tunggu Sampai Tutup Usia
Jamaah haji Embarkasi Solo tiba di Bandara Adi Soemarmo Solo, Rabu (18/6). (Merahputih.com/Ismail)
Merahputih.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarief Muhammad, menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang membatasi masa tunggu keberangkatan haji maksimal 26 tahun.
Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk pemerataan, hla ini justru memunculkan ketimpangan baru dengan mengurangi porsi kuota bagi provinsi dengan jumlah jemaah terbanyak, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah.
"Kita memahami tujuan pemerataan, tetapi kebijakan masa tunggu 26 tahun ini juga menimbulkan dampak bagi daerah-daerah padat jemaah. Misalnya Jawa Barat, yang semula memiliki jatah keberangkatan lebih besar, sekarang harus berkurang hingga sekitar 6 sampai 9 ribu jemaah,” ujar Habib Syarief dalam keterangannya, Kamis (6/11).
Baca juga:
2 Syarikah Ditunjuk Urus Haji 2026, DPR Ingin Pastikan Komitmen Pelayanan Terbaik
Legislator Fraksi PKB ini menjelaskan bahwa pembatasan masa tunggu haji ini menyebabkan sejumlah daerah kehilangan kesempatan keberangkatan bagi jemaah yang sudah lama mendaftar.
Meskipun secara nasional pembatasan ini terlihat lebih adil, terutama bagi provinsi yang daftar tunggunya semula mencapai 49 tahun, namun bagi provinsi besar, hal ini dinilai merugikan.
Mendorong Diplomasi Kuota dan Keadilan Lansia
Habib menekankan pentingnya mekanisme penetapan kuota yang lebih proporsional agar tidak ada daerah yang merasa dirugikan.
Ia juga mendorong pemerintah untuk mengintensifkan negosiasi dengan otoritas Arab Saudi demi memperbesar kuota haji nasional, seiring rencana Saudi meningkatkan kapasitas jemaah global menjadi 5 juta pada tahun 2030.
"Kalau Saudi meningkatkan kuota, itu bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempercepat masa tunggu. Tapi tentu harus disertai analisis dan diplomasi yang matang,” katanya.
Selain itu, Habib Syarief menyoroti dan meminta pemerintah mencegah munculnya praktik “jalur cepat” bagi calon jemaah yang memiliki keunggulan finansial. Ia menilai praktik ini melukai prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Revisi Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji yang sedang dibahas dianggap sebagai momentum krusial untuk memperbaiki tata kelola kuota dan mekanisme keberangkatan agar lebih transparan dan berkeadilan.
Baca juga:
Biaya Haji Turun, Puan Sebut Terapkan Prinsip Berkeadilan Bagi Seluruh Calon Jemaah
Habib Syarief mendorong agar pembahasan ini berpedoman pada prinsip prioritas bagi jemaah lanjut usia (lansia) dan jemaah berisiko tinggi (risti).
“Pemerintah perlu mempertimbangkan skema prioritas, misalnya bagi yang sudah di atas 65 tahun agar diberi kesempatan lebih cepat. Jangan sampai keadilan kuota hanya bersifat administratif, tapi mengabaikan sisi kemanusiaan,” tandasnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
DPR Desak Pengumuman UMP 2026 Transparan Agar Tak Ada Dusta
Negara Diminta 'Jemput Bola' Urus Sertifikat Korban Bencana Sumatera, Jangan Tunggu Rakyat Mengemis
DPR Warning Kementerian HAM: Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Jangan Cuma Jadi Pajangan, Implementasi Harus Se-Progresif Dialognya
Sindir Kinerja Kemenkes, Komisi IX DPR Sebut Pemulihan RS Pasca Banjir Sumatra Terlalu Santai
Desak Negara Hadir Selamatkan Pendidikan 700 Ribu Anak Papua
DPR Minta Imigrasi Plototin WNA Jelang Nataru Biar Enggak Kecolongan Pelanggaran Administrasi Hingga Narkoba
Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bentukan Prabowo Diharap Jadi Juru Selamat Korban Banjir Sumatra
Keadaan Korban Bencana Sumatra Makin Mengkhawatirkan, Komisi V DPR: Pemerintah tak Perlu Malu dan Alergi Terima Bantuan Asing
Komisi V DPR Dukung Pembentukan Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sumatra
Kasus Kakek Dipenjara karena Curi 5 Burung Cendet, DPR: Hukum Harus Berkeadilan