Konsumsi Minyak Jelantah Ternyata Bisa Sebabkan Degenerasi Saraf
Selasa, 26 Maret 2024 -
MerahPutih.com - Penggunaan minyak jelantah atau minyak goreng bekas pakai lumrah di Indonesia. Biasanya minyak jelantah digunakan untuk menekan ongkos produksi makanan.
Ketimbang mengganti dengan minyak goreng baru, restoran dan pedagang lebih senang menggunakan minyak jelantah untuk menggoreng dagangannya.
Kamu mesti hati-hati dengan minyak jelantah yang dipakai terus. Menurut penelitian terbaru, cara ini menghilangkan banyak antioksidan alami dan manfaat kesehatan minyak.
Selain itu, juga dapat meningkatkan kandungan senyawa berbahaya seperti akrilamida, lemak trans, dan peroksida.
Senyawa berbahaya ini dianggap meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, gangguan metabolisme, dan risiko degenerasi (penurunan fungsi) saraf.
Baca juga:
“Menggoreng dengan suhu tinggi telah dikaitkan dengan beberapa gangguan metabolisme, tapi belum ada penelitian jangka panjang mengenai pengaruh konsumsi minyak goreng dan dampak buruknya terhadap kesehatan,” ungkap Kathiresan Shanmugam, profesor dari Central University dari Tamil Nadu di Thiruvarur, India, seperti dikutip newsweek.com (25/3).
“Kami adalah orang pertama yang melaporkan bahwa suplementasi minyak goreng jangka panjang meningkatkan degenerasi saraf pada keturunan generasi pertama,” klaim Shanmugam.
Untuk mencapai kesimpulan itu, Shanmugam membagi lima kelompok tikus betina yang masing-masing menerima makanan berbeda selama 30 hari.
Satu kelompok menerima makanan standar saja, satu kelompok lainnya menerima makanan standar dengan 0,1 mililiter minyak wijen yang tidak dipanaskan, satu kelompok dengan minyak bunga matahari yang tidak dipanaskan, satu kelompok dengan minyak wijen yang dipanaskan kembali, dan satu kelompok lagi dengan minyak bunga matahari yang dipanaskan kembali (minyak jelantah).
Baca juga:
Ironi Indonesia Negara Produsen Sawit Terbesar Kesulitan Minyak Goreng
Dibandingkan dengan kelompok lain, tikus yang menerima minyak jelantah menunjukkan lebih banyak akumulasi racun dan peradangan di hati mereka, serta kerusakan usus besar.
“Akibatnya, metabolisme lipid hati berubah secara signifikan, dan pengangkutan asam lemak omega-3 DHA otak yang penting menurun. Pada gilirannya, mengakibatkan degenerasi saraf, yang terlihat pada (anatomi) otak tikus yang mengonsumsi minyak yang dipanaskan serta keturunannya,” terang Shanmugam.
Tentu saja, hasil ini hanya terlihat pada hewan, tapi penelitian ini menimbulkan pertanyaan penting tentang dampak kesehatan dari mengonsumsi makanan yang digoreng selain kandungan kalorinya. (dru)
Baca juga: