Harga Gas LPG 3 Kg Tembus Rp 40 Ribu, Eks Anggota DPR: Bukti Negara Gagal Lindungi Rakyat
Selasa, 07 Oktober 2025 -
MerahPutih.com - Mantan anggota DPR RI, Didi Irawadi Syamsuddin, menyoroti melonjaknya harga tabung gas elpiji 3 kilogram di pasaran. Ia menilai itu sebagai cerminan masalah besar dalam tata kelola subsidi pemerintah.
Menurut Didi, harga resmi tabung gas melon yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 12.750 per tabung tidak mencerminkan realita di lapangan.
Warga, terutama ibu rumah tangga, kerap harus merogoh kocek hingga Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per tabung.
“Di dapur rakyat kecil, ini adalah bentuk ‘inflasi terselubung’ yang lebih menyakitkan dibanding angka di tabel statistik,” ujar Didi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (7/10).
Baca juga:
Puan Dorong Pemerintah Pastikan Kebijakan NIK Pembelian LPG Bersubsidi Berjalan Adil dan Transparan
Didi juga menanggapi pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyebut harga keekonomian elpiji melon sekitar Rp 42 ribu sebelum subsidi.
Ia menekankan, bahwa suara Purbaya merupakan alarm penting bagi pemerintah untuk memperbaiki data, menghentikan permainan di distribusi, dan transparan soal beban subsidi.
Didi menambahkan, masalah utama terletak pada hilir distribusi. Tiga penyakit lama menghantui tabung melon, yaitu bocornya subsidi ke pihak yang tidak berhak, rantai distribusi panjang yang memungkinkan markup berlapis-lapis, dan praktik mafia seperti penimbunan, oplosan, serta penguasaan kuota.
Solusi yang ditawarkan mantan legislator ini meliputi audit distribusi secara digital, penerapan verifikasi berbasis NIK di pangkalan, serta reformasi logistik dengan pemotongan rantai distribusi yang tidak perlu dan penetapan margin wajar.
Baca juga:
Ledakan LPG 3 Kg di Bandung: 2 Rumah Hancur, 4 Warga Masuk RS Hasan Sadikin
Politisi Partai Demokrat ini menekankan penegakan hukum yang tegas, termasuk pencabutan izin, denda, hingga proses pidana bagi pelaku korupsi atau kolusi dalam distribusi gas melon.
Didi juga menyinggung wacana “satu harga LPG 3 kg” mulai 2026. Menurutnya, kebijakan itu perlu dikaji matang agar subsidi tepat sasaran, disertai transparansi biaya logistik, sistem voucher digital, dan mekanisme darurat saat harga global melonjak.
“Kalau HET di kertas Rp 12.750 tapi rakyat harus bayar Rp 40 ribuan, itu bukan mekanisme pasar. Itu kegagalan negara menegakkan aturan,” tegas Didi.
Ia menambahkan, subsidi harus sampai ke rakyat, bukan tercecer di jalan dan masuk kantong perantara.
Baca juga:
Soal Wacana Beli LPG 3 Kg Wajib Pakai NIK, Puan: Pemerintah Harus Adil dan Transparan
Didi menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa negara memiliki pilihan, yakni membiarkan dapur rakyat terbebani harga tinggi atau menegakkan hukum, data, dan distribusi yang adil.
“Suara Purbaya sudah menyalakan alarm. Sekarang saatnya pemerintah menjawab dengan tindakan nyata,” pungkasnya. (Pon)