Demokrat AHY Sebut Gugatan Kubu Moeldoko Hanya Akal-akalan

Kamis, 21 Oktober 2021 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Tim kuasa hukum DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menghadiri sidang lanjutan dalam agenda pemeriksaan ahli pada gugatan perkara nomor 154/G/2021/PTUN-JKT di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.

Adapun dalam perkara ini turut terlibat pihak Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Deli Serdang sebagai penggugat dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) selaku tergugat. Termasuk DPP Partai Demokrat sebagai tergugat II intervensi.

Kuasa hukum Partai Demokrat, Bambang Widjojanto menyatakan gugatan SK Menkumham terkait hasil Kongres kelima tahun 2020 oleh tiga mantan kader di PTUN merupakan akal-akalan belaka.

Pria yang akrab disapa BW itu menjelaskan aturan yang dipakai oleh Kemenkumham untuk mengesahkan hasil kongres kelima itu sudah jelas.

Baca Juga:

Demokrat Kubu AHY Tuding Argumen Hukum Prof Yusril Sesat

"Kalau aturan itu kemudian dipermasalahkan melalui persidangan ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum," kata BW kepada wartawan di PTUN, Jakarta Timur, Kamis (21/10).

BW menyebutkan jika para kader ingin mempersoalkan hasil kongres, seharusnya melalui mahkamah partai. "Nah, persoalannya itu tidak ditempuh. Jadi, saya menggunakan istilah akal-akalan," kata mantan Wakil Ketua KPK ini.

Anggota kuasa hukum Partai Demokrat, Heru Widodo mengatakan, ada dua hal pokok yang dicermati pada proses pemeriksaan saksi ahli dalam sidang hari ini.

Pertama, soal tenggat waktu pengajuan gugatan yang diajukan penggugat yakni tiga orang mantan kader Partai Demokrat terkait Keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Kader Partai Demokrat kubu Moeldoko. (Foto: Antara)
Kader Partai Demokrat kubu Moeldoko. (Foto: Antara)

Adapun keputusan itu tertuang dalam Nomor M.HH-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat (AD/ART) sesuai kongres kelima Partai tertanggal 18 Mei 2020.

"Jadi isu hukum yang akan kita garis bawahi adalah karena yang menjadi objek adalah kedua SK Menteri Kehakiman (Menkumham) tahun 2020, di mana jangka waktunya sudah lebih dari 180 hari (untuk diajukan gugatan keberatan)," kata Heru.

Ia menuturkan, para penggugat ini adalah dulunya aktivis, pengurus aktif di DPC. "Setidaknya mereka tidak bisa menghindar mengatakan baru tahu sekarang, jadi dari isi tenggang waktu ini akan menjadi titik krusial untuk kita nanti pertanyakan," sambungnya.

Dia menyebut, seharusnya AD/ART itu dipahami sebagai konsensus produk aturan internal Partai. Dimana jika ada keberatan dalam pengesahannya harusnya diselesaikan di internal Partai melalui Mahkamah Partai Demokrat.

"Kalau penggugat itu hadir dalam kongres 2020, ternyata di situ tidak ada keberatan, tentunya menjadi pertanyaan. Kenapa baru mempersoalkan sekarang? Itu kan konsensus," ucap Heru.

Terlebih kata dia, Mahkamah Partai selalu memberi ruang untuk berdiskusi dan mengevaluasi segala macam aturan atau produk internal partai.

Baca Juga:

Demokrat Sebut Dua Isu Ini Jadi Pertimbangan Jokowi Pilih Panglima TNI

Sehingga seharusnya seluruh kader Demokrat dapat memanfaatkan ruang diskusi tersebut jika ada yang merasa keberatan bukan membuat gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.

"Kalau pun ada keberatan, ada untuk menyehatkan demokrasi di internal partai, UU Parpol sudah memberikan ruang, yang merupakan kompetisi absolut selesaikan di Mahkamah Partai," kata Heru.

Diketahui, pada akhir Juni lalu, pihak Demokrat Moeldoko telah memasukkan dua gugatan kepada Menkumham di Pengadilan TUN Jakarta. Dalam dua gugatan tersebut, Partai Demokrat sebagai tergugat dua intervensi. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan