Andi Muttaqien Apresiasi Putusan MK Terkait hak masyarakat adat atas Hutan
Kamis, 10 Desember 2015 -
MerahPutih Hukum - Staff Program Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Andi Muttaqien, mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian undang-undang terkait hak masyarakat adat atas hutan dalam pengujian UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dan pasal 12 UU no 41tahun 1999 tentang kehutanan.
"Ya dikabulkan sebagian. Ya kita apresiasi untuk pertimbangan MK dan mengabulkan pasal 50 ayat 3 huruf E dan I. Karena UU Kehutanan ini tidak dibatalkan dengan adanya UU P3H. Jadi dia pertimbangkan," ujar Andi, usai sidang Putusan Gugatan Aturan Penetapan pada Kawasan Hutan, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat Kamis (10/12).
Meski demikian, kata Andi ada keanehan dalam persidangan dimana MK tidak mempertimbangkan argumentasi-argumentasi pernyataan ahli maupun keterangan saksi selama persidangan yang menuntut seluruh UU P3H dibatalkan. Oleh karena itu, pihaknya bersama pemohon lainnya akan kembali melakukan pengujian terhadap UU P3H.
"Meskipun kami dalam petitum menyatakan keseluruhan UU P3H minta dibatalkan, seharusnya MK bisa mempertimbangkan pasal-pasal mana yang kami uji saja. Karena pasal-pasal yang kami minta uji merupakan pasal-pasal utama atau jantung dari UU P3H," paparnya.
Andi pun menambahkan, padahal MK mengakui adanya ketidak pastian hukum yang menyebutkan kawasan hutan yang ditetapkan itu berbeda dengan kawasan yang ditunjuk atau status kawasan hutan yang masih dalam proses penetapan. Tapi MK tidak mau masuk bahwa pasal itu dalam konstitutional, hanya karena alasan kami itu tidak diminta di petitum.
"Nah padahal dibagian petitum dibagian bawah itukan hal yang biasa diminta kuasa hukum. Bahwa Mahkamah Konstitusi bisa mempertimbangkan hal-hal yang menurut mereka itu tepat," terangnya.
Untuk itu, tambah Andi, meskipun dampak dikabulkannya pasal 50 ayat 3 huruf E dan Huruf I kepada masyarakat untuk saat ini cukup baik, namun tetap harus diperhatikan. Karena pasal itu menegaskan masyarakat yang telah turun temurun hidup dikawasan hutan atau disekitar kawasan hutan dalam ngambil kayu dan mengembalakan ternaknya itu tidak bisa dipidanakan.
"Hak masayarakat adat yang hidup turun temurun dengan keputusan ini disatu sisi kita apresiasi," tandasnya.
Sementara itu, perwakilan masyarakat hukum adat Nagari Guguk Malalo,Provinsi Sumatera Barat,Mawardi, mengatakan bahwa, dengan adanya pengecualian dari keputusan MK ini masyarakat adat merasa sedikit terlindungi
"Jadi ancaman pidana terhadap masyarakat yg turun menurun didalam kawasan hutan tidak berlaku," tuturnya.
Adapun bunyi dari pasal 50 ayat 3 huruf E UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yakni setiap orang dilarang menebang pohon atau memanen, atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang, dikecualikan terhadap masyarakat yang hidup secara turun menurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial. (gms)
BACA JUGA: