Andi Muttaqien Apresiasi Putusan MK Terkait hak masyarakat adat atas Hutan


Gedung MK
MerahPutih Hukum - Staff Program Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Andi Muttaqien, mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian undang-undang terkait hak masyarakat adat atas hutan dalam pengujian UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dan pasal 12 UU no 41tahun 1999 tentang kehutanan.
"Ya dikabulkan sebagian. Ya kita apresiasi untuk pertimbangan MK dan mengabulkan pasal 50 ayat 3 huruf E dan I. Karena UU Kehutanan ini tidak dibatalkan dengan adanya UU P3H. Jadi dia pertimbangkan," ujar Andi, usai sidang Putusan Gugatan Aturan Penetapan pada Kawasan Hutan, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat Kamis (10/12).
Meski demikian, kata Andi ada keanehan dalam persidangan dimana MK tidak mempertimbangkan argumentasi-argumentasi pernyataan ahli maupun keterangan saksi selama persidangan yang menuntut seluruh UU P3H dibatalkan. Oleh karena itu, pihaknya bersama pemohon lainnya akan kembali melakukan pengujian terhadap UU P3H.
"Meskipun kami dalam petitum menyatakan keseluruhan UU P3H minta dibatalkan, seharusnya MK bisa mempertimbangkan pasal-pasal mana yang kami uji saja. Karena pasal-pasal yang kami minta uji merupakan pasal-pasal utama atau jantung dari UU P3H," paparnya.
Andi pun menambahkan, padahal MK mengakui adanya ketidak pastian hukum yang menyebutkan kawasan hutan yang ditetapkan itu berbeda dengan kawasan yang ditunjuk atau status kawasan hutan yang masih dalam proses penetapan. Tapi MK tidak mau masuk bahwa pasal itu dalam konstitutional, hanya karena alasan kami itu tidak diminta di petitum.
"Nah padahal dibagian petitum dibagian bawah itukan hal yang biasa diminta kuasa hukum. Bahwa Mahkamah Konstitusi bisa mempertimbangkan hal-hal yang menurut mereka itu tepat," terangnya.
Untuk itu, tambah Andi, meskipun dampak dikabulkannya pasal 50 ayat 3 huruf E dan Huruf I kepada masyarakat untuk saat ini cukup baik, namun tetap harus diperhatikan. Karena pasal itu menegaskan masyarakat yang telah turun temurun hidup dikawasan hutan atau disekitar kawasan hutan dalam ngambil kayu dan mengembalakan ternaknya itu tidak bisa dipidanakan.
"Hak masayarakat adat yang hidup turun temurun dengan keputusan ini disatu sisi kita apresiasi," tandasnya.
Sementara itu, perwakilan masyarakat hukum adat Nagari Guguk Malalo,Provinsi Sumatera Barat,Mawardi, mengatakan bahwa, dengan adanya pengecualian dari keputusan MK ini masyarakat adat merasa sedikit terlindungi
"Jadi ancaman pidana terhadap masyarakat yg turun menurun didalam kawasan hutan tidak berlaku," tuturnya.
Adapun bunyi dari pasal 50 ayat 3 huruf E UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yakni setiap orang dilarang menebang pohon atau memanen, atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang, dikecualikan terhadap masyarakat yang hidup secara turun menurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial. (gms)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas

Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit

Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah

Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa

MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung

MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun

Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168

Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan

Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi

DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh
