Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan

Soffi AmiraSoffi Amira - Selasa, 07 Oktober 2025
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan

Sidang lanjutan judicial review atau pengujian Pasal 8 UU Pers di Mahkamah Konstitusi. Foto: MerahPutih.com/Ponco

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan judicial review (JR) atau pengujian Pasal 8 undang-undang (UU) Pers.

Perkara Nomor 145/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum). Agenda persidangan adalah mendengarkan keterangan Pemerintah.

Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media di Kementerian Komunikasi dan Digital, Fifi Aleyda Yahya mengkhawatirkan, apabila petitum pemohon dikabulkan, maka akan menimbulkan kekebalan hukum tanpa batas bagi profesi wartawan.

“Jika wartawan tidak dapat diproses hukum perdata maupun pidana hanya karena melaksanakan profesinya berdasarkan kode etik maka akan menimbulkan imunitas tanpa batas,” kata Fifi dalam Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin (6/10).

Baca juga:

Sekjen Iwakum Sebut Dalil Pemerintah Soal Pasal 8 UU Pers Multitafsir Tak Berdasar

Fifi menilai, perlindungan hukum bagi wartawan tidak bisa disamakan dengan profesi jaksa hingga anggota DPR RI.

Menurutnya, perlindungan hukum bagi profesi advokat, jaksa, anggota BPK, DPR, MPR, DPD bersifat khusus sesuai tugas dan fungsi masing-masing sehingga bukan imunitas absolut.

Sedangkan, katanya, profesi wartawan berbeda lantaran bersifat terbuka, independen, dan bagian dari kebebasan pers.

“Menyamakan wartawan dengan profesi lain akan menimbulkan bias karena perlindungan hukum tidak sama dengan imunitas atau kekebalan,” ucap mantan jurnalis itu.

Baca juga:

Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi

Jadi, Fifi mewakili Pemerintah meminta Mahkamah untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon.

Selain itu, ia juga meminta MK menyatakan Pasal 8 UU pers tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Merespons hal tersebut, hakim konstitusi, Guntur Hamzah, meminta Pemerintah untuk menjelaskan mengenai pendapat bahwa profesi wartawan akan memiliki kekebalan hukum yang tak terbatas apabila permohonan a quo dikabulkan Mahkamah.

Pasalnya, Guntur mengatakan, Pasal 15 Ayat (2) UU Pers memang tidak mengatur kewenangan Dewan Pers untuk memberikan persetujuan tindak proses pidana terhadap wartawan yang diduga melakukan pelanggaran hukum.

"Tetapi kalau itu ditambahkan kewenangan dari Dewan Pers untuk juga dapat memberikan, artinya sebelum diambil tindakan polisionil, kemudian Dewan Pers dimintakan persetujuan terlebih dahulu, apakah itu tidak boleh? Nah ini yang barangkali belum terjawab dari keterangan pemerintah ini," kata hakim Guntur Hamzah.

Baca juga:

Dewan Pers: Judicial Review Pasal 8 UU Pers Langkah Tepat untuk Perjelas Perlindungan Wartawan

Ia juga menilai, penambahan kewenangan Dewan Pers dalam konteks tersebut justru bukan bermakna memberikan kekebalan hukum absolut bagi wartawan.

Menurutnya, mekanisme tersebut sudah diterapkan pada beberapa profesi, seperti dokter dan notaris.

"Seperti misalnya dokter, dokter yang mau diambil langkah (proses pidana), dia (aparat penegak hukum) harus minta izin dulu ke majelis, kedokteran," jelasnya.

Sementara itu, hakim konstitusi Saldi Isra meminta Pemerintah untuk menjabarkan lebih lanjut mengenai berapa banyak kasus kriminalisasi wartawan yang pernah terjadi hingga saat ini.

Kemudian, Saldi juga meminta Pemerintah untuk menjelaskan bagaimana mekanisme yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara independensi wartawan dengan perlindungan terhadap profesi jurnalis itu sendiri.

"Mungkin pertama yang perlu kami diberi insight dari Ibu atau dari pemerintah, kasus-kasus yang pernah ada selama ini, bagaimana proses penanganannya, sehingga dari itu bisa digambarkan kepada kami, apakah kepentingan para wartawan itu bisa terjaga atau tidak," kata Saldi.

"Jangan-jangan mereka merasa selama ini Pasal 8 ini tidak memberikan perlindungan apa-apa," pungkasnya. (Pon)

#UU Pers #Mahkamah Konstitusi #Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) #Judicial Review
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan
Hakim Mahkamah Konstitusi tak setuju pemerintah menyebut JR UU Pers bisa beri kekebalan absolut bagi wartawan.
Soffi Amira - Selasa, 07 Oktober 2025
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan
Indonesia
Sekjen Iwakum Sebut Dalil Pemerintah Soal Pasal 8 UU Pers Multitafsir Tak Berdasar
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Iwakum Ponco Sulaksono mengatakan keterangan dari pemerintah tersebut merupakan pendapat yang tidak berdasar dan keliru.
Dwi Astarini - Selasa, 07 Oktober 2025
Sekjen Iwakum Sebut Dalil Pemerintah Soal Pasal 8 UU Pers Multitafsir Tak Berdasar
Berita Foto
Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi
Dirjen Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Fifi Aleyda Yahya selaku perwakilan pemerintah menyampikan keterangannya pada sidang uji materiil UU no 40 Tahun 1999 tentang Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Didik Setiawan - Senin, 06 Oktober 2025
Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi
Indonesia
DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh
Petinggi Partai Buruh Said Salahudin menjelaskan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 memerintahkan agar adanya pembentukan UU baru tentang Ketenagakerjaan, bukan revisi terhadap UU yang lama.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 30 September 2025
DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh
Indonesia
MK Beri Waktu DPR 2 Tahun Bikin UU Baru Tapera
Untuk menghindari kekosongan hukum, MK memberikan tenggang waktu 2 tahun untuk DPR melahirkan UU baru.
Wisnu Cipto - Senin, 29 September 2025
MK Beri Waktu DPR 2 Tahun Bikin UU Baru Tapera
Indonesia
Uji Materi Dikabulkan, MK Tegaskan Kepesertaan Tapera Sukarela Bukan Wajib
Pasal jantung dari UU Tapera, yakni Pasal 7 ayat (1), dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.
Wisnu Cipto - Senin, 29 September 2025
Uji Materi Dikabulkan, MK Tegaskan Kepesertaan Tapera Sukarela Bukan Wajib
Indonesia
Dewan Pers, AJI, IJTI dan Iwakum Kecam Pencabutan Akses Liputan Karena Bertanya ke Prabowo Soal Keracunan MBG
Pasal 4 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, menyatakan bahwa "pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 28 September 2025
Dewan Pers, AJI, IJTI dan Iwakum Kecam Pencabutan Akses Liputan Karena Bertanya ke Prabowo Soal Keracunan MBG
Indonesia
KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara
KPK akan melakukan kajian terkait praktik rangkap jabatan.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 19 September 2025
KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara
Indonesia
KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan
Mendorong pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN atau lembaga publik untuk menjaga transparansi dan perbaikan skema pensiun.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 18 September 2025
KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan
Indonesia
Palu Hakim MK Siap Diketuk: Keputusan Krusial Mengenai Uji Formil UU TNI dan UU BUMN Diputus Hari Ini
Gugatan uji formil UU TNI diajukan oleh berbagai pihak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 17 September 2025
Palu Hakim MK Siap Diketuk: Keputusan Krusial Mengenai Uji Formil UU TNI dan UU BUMN Diputus Hari Ini
Bagikan