Uji Materi Dikabulkan, MK Tegaskan Kepesertaan Tapera Sukarela Bukan Wajib
Ilustrasi pembangunan rumah. (Foto: Kementerian PUPR).
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pasal jantung dari UU Tapera, yakni Pasal 7 ayat (1), dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.
“Menyatakan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang, sebagaimana amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024, dikutip Senin (29/9).
Bunyi Pasal 7 ayat (1) UU Tapera mengatur setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera.
Baca juga:
BP Tapera Minta Rakyat Gunakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan Buat Beli Rumah Pertama
Namun, MK menekankan unsur kesukarelaan dan persetujuan menjadi fondasi penting dalam pembentukan hukum dan konteks penyimpanan dana.
Oleh sebab itu, MK menyatakan penyematan istilah tabungan dalam program Tapera menimbulkan persoalan bagi pihak-pihak yang terdampak, dalam hal ini pekerja, karena diikuti dengan unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta Tapera.
“Sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas,” imbuh Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Baca juga:
BP Tapera: Butuh 150 Penabung Buat Tiap 1 KPR Bisa Dapat Bunga 5 Persen
Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori “pungutan lain” yang bersifat memaksa, sebagaimana dimaksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori “pungutan resmi lainnya”.
“Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan pemohon,” tandas Saldi, dilansir Antara.
Namun, Mahkamah tidak sependapat dengan petitum alternatif pemohon yang meminta kata “wajib” dalam Pasal 7 ayat (1) UU Tapera diubah menjadi kata “dapat”.
Baca juga:
Begini Cara Perhitungan BP Tapera Soal Potongan Bagi Peserta
MK beralasan perubahan redaksional semata hanya menimbulkan disharmonisasi internal, inkonsistensi antarpasal, serta ketidakpastian hukum, karena pasal yang dipersoalkan itu merupakan ruh yang menjiwai keseluruhan norma dalam UU Tapera. (*)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168