Ada Polisi Siber, Warga Ragu Ungkapkan Kritik di Media Sosial

Senin, 13 Desember 2021 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Keberadaan polisi siber dinilai memiliki risiko terhadap sistem demokrasi di Indonesia, yakni memengaruhi keberanian masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.

"Mereka merasa ketika menyatakan aspirasi, itu banyak terjadi tekanan," kata Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fajar Nursahid, dalam diskusi publik bertajuk Catatan Akhir Tahun Bidang Politik, Media, dan Demokrasi di Jakarta, Minggu (12/12).

Baca Juga:

Polisi Siber Harus Ditopang UU ITE yang Lebih Demokratis

Fajar berpandangan, masih terdapat definisi yang terlalu luas terkait dengan tindakan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang ingin menyampaikan opini berupa kritik dalam media sosial.

"Hampir 120 orang memperoleh peringatan mengenai konten-konten yang mereka publikasikan di sosial media pada kuartal kedua tahun 2021," ungkap Fajar.

Peristiwa tersebut mengakibatkan, beberapa masyarakat pengguna media sosial merasa ragu untuk mengungkapkan opini mereka di dunia siber.

Baca Juga:

Wagub DKI Sebut Pembentukan Tim Siber untuk Lindungi Ulama dan Anies Hak MUI

Dampak dari tekanan tersebut adalah menurunnya keberanian masyarakat untuk menyatakan aspirasi, bahkan dapat berimplikasi pada tingkat partisipasi publik dalam hal menyampaikan pandangan terkait dengan berbagai kebijakan pemerintah.

Oleh karena itu, kata dia, polisi siber atau polisi virtual perlu memperoleh tinjauan ulang yang lebih mendalam agar tidak terdapat kesan pembatasan terhadap kebebasan sipil dalam menyampaikan pendapat di ruang media sosial.

Dikutip dari laman resmi Patroli Siber, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) adalah satuan kerja yang berada di bawah Bareskrim Polri dan bertugas untuk melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan siber.

Beberapa jenis kejahatan siber yang satuan kerja ini tangani, khususnya terkait dengan kebebasan berpendapat, adalah tindakan pencemaran nama baik (online defamation) dan ujaran kebencian (hate speech). (Knu)

Baca Juga:

Bikin Tim Siber, MUI Jakarta Diharap Tidak Ikut Dalam Benturan Politik

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan