Tak Memecat Anwar Usman, Majelis Kehormatan MK Dinilai Kurang Tegas

Mula AkmalMula Akmal - Kamis, 09 November 2023
Tak Memecat Anwar Usman, Majelis Kehormatan MK Dinilai Kurang Tegas

Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa. (Foto: Antara)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Anwar Usman, Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terbukti melanggar kode etik.

Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute, Yansen Dinata menilai, Anwar Usman seharusnya dipecat secara tidak hormat dari jabatan Hakim MK.

Baca Juga:

Ganjar soal Putusan MKMK: Masyarakat Punya Hak untuk Menilai

"MKMK harusnya proporsional dalam melihat batas pelanggaran etika apa yang bisa ditolerir dengan teguran lisan. Saya kira, nepotisme adalah dosa tak termaafkan bagi demokrasi," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/11)

Yansen menyebut, masa-masa menjelang Pemilu 2024 adalah periode rentan. Dan demokrasi duanggap sudah mundur sekian langkah sampai Reformasi seakan tidak ada artinya lagi.

"Jika kemunduran sistemik ini tetap ditoleransi sampai dengan peralihan kekuasaan di 2024 besok, maka sulit untuk membayangkan jika kehidupan sosial-politik kita akan punya iklim yang bersih dan kredibel,” kata Yansen.

Ia mencontohkan putusan MK meloloskan Gibran Rakabuming Raka ke kontestasi cawapres.

Berikutnya, konflik kepentingan dinilai Yansen di dalam MK juga tetap dibiarkan.

Baca Juga:

Pesan Penting dari Putusan MKMK: Harus Ada Perbaikan dan Pembenahan di Internal MK

"Artinya, satu sisi, putusan mengenai batasan usia dan syarat capres-cawapres itu ditarik atau di-rejudicial review. Dan di lain sisi, sayangnya itu tidak terjadi dan pelaku pelanggar etik tidak diberhentikan," ujar Yansen.

Sementara itu, Program Manager Public Virtue Research Institute, Axel Paskalis menyebut, dengan memecat Anwar Usman, itu sebenarnya bisa menjadi pembuktian bahwa MKMK punya komitmen menjaga iklim MK tetap bersih dan kredibel.

Jika membiarkan Anwar Usman cs tetap di dalam MK, maka sama artinya dengan membolehkan pelaku nepotisme tetap memegang kuasa di ruang konstitusi.

''Dampak jangka panjangnya, tidak menutup kemungkinan jika MK di kemudian hari bisa digunakan kembali untuk kepentingan oligarki,” sambung Axel. (Knu)

Baca Juga:

Ketua MK Anwar Usman Dicopot, Gibran Hormati Keputusan MKMK

#MK #Mahkamah Konstitusi
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis
Ketua AJI, Nany Afrida mengatakan, langkah Iwakum yang mengajukan judical review soal UU Pers, merupakan upaya positif.
Soffi Amira - Minggu, 07 September 2025
Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis
Indonesia
Sri Mulyani Buka Suara usai Rumahnya Dijarah, Minta Masyarakat Ajukan Judicial Review ke MK
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, buka suara usai rumahnya dijarah. Ia mengatakan, masyarakat bisa melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, jika tidak puas dengan kebijakan.
Soffi Amira - Senin, 01 September 2025
Sri Mulyani Buka Suara usai Rumahnya Dijarah, Minta Masyarakat Ajukan Judicial Review ke MK
Indonesia
Mensesneg Tegaskan Pemerintah Hormati Putusan MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN
Pemerintah memerlukan waktu untuk mengkaji implikasi hukum dan administratif dari putusan tersebut.
Dwi Astarini - Kamis, 28 Agustus 2025
Mensesneg Tegaskan Pemerintah Hormati Putusan MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN
Indonesia
Prabowo Perintahkan Anak Buahnya Pelajari Putusan MK yang Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan
MK memberikan waktu dua tahun bagi pemerintah untuk menyesuaikan diri dengan putusan tersebut.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 28 Agustus 2025
Prabowo Perintahkan Anak Buahnya Pelajari Putusan MK yang Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan
Indonesia
MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan
MK menilai bahwa Pasal 23 UU Kementerian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan
Berita Foto
Iwakum Hadiri Sidang Perdana Uji Materi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi
Suasana sidang uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Didik Setiawan - Rabu, 27 Agustus 2025
Iwakum Hadiri Sidang Perdana Uji Materi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi
Indonesia
Iwakum Minta MK Pertegas Pasal Perlindungan Wartawan di UU Pers
Iwakum meminta Mahkamah Konstitusi untuk mempertegas pasal perlindungan wartawan. Iwakum punya kedudukan hukum untuk mengajukan hal tersebut.
Soffi Amira - Rabu, 27 Agustus 2025
Iwakum Minta MK Pertegas Pasal Perlindungan Wartawan di UU Pers
Indonesia
Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas
Iwakum mengajukan permohonan uji materi Pasal 8 dan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ke MK.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 27 Agustus 2025
Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas
Berita Foto
Rapat Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK Gantikan Arief Hidayat
Hakim Mahkamah Konstitusi terpilih Inosentius Samsul (kedua kiri) berfoto bersama Wakil Ketua DPR Adies Kadir dan Saan Mustopa dan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dalam Rapat Paripurna DPR ke-3 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Didik Setiawan - Kamis, 21 Agustus 2025
Rapat Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK Gantikan Arief Hidayat
Indonesia
Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK, Disebut Orang Kredibel
Inosentius merupakan calon tunggal yang diusulkan oleh Komisi III DPR RI dengan mekanisme penjaringan aktif.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 21 Agustus 2025
Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK, Disebut Orang Kredibel
Bagikan