Tak Memecat Anwar Usman, Majelis Kehormatan MK Dinilai Kurang Tegas
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Anwar Usman, Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terbukti melanggar kode etik.
Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute, Yansen Dinata menilai, Anwar Usman seharusnya dipecat secara tidak hormat dari jabatan Hakim MK.
Baca Juga:
Ganjar soal Putusan MKMK: Masyarakat Punya Hak untuk Menilai
"MKMK harusnya proporsional dalam melihat batas pelanggaran etika apa yang bisa ditolerir dengan teguran lisan. Saya kira, nepotisme adalah dosa tak termaafkan bagi demokrasi," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/11)
Yansen menyebut, masa-masa menjelang Pemilu 2024 adalah periode rentan. Dan demokrasi duanggap sudah mundur sekian langkah sampai Reformasi seakan tidak ada artinya lagi.
"Jika kemunduran sistemik ini tetap ditoleransi sampai dengan peralihan kekuasaan di 2024 besok, maka sulit untuk membayangkan jika kehidupan sosial-politik kita akan punya iklim yang bersih dan kredibel,” kata Yansen.
Ia mencontohkan putusan MK meloloskan Gibran Rakabuming Raka ke kontestasi cawapres.
Berikutnya, konflik kepentingan dinilai Yansen di dalam MK juga tetap dibiarkan.
Baca Juga:
Pesan Penting dari Putusan MKMK: Harus Ada Perbaikan dan Pembenahan di Internal MK
"Artinya, satu sisi, putusan mengenai batasan usia dan syarat capres-cawapres itu ditarik atau di-rejudicial review. Dan di lain sisi, sayangnya itu tidak terjadi dan pelaku pelanggar etik tidak diberhentikan," ujar Yansen.
Sementara itu, Program Manager Public Virtue Research Institute, Axel Paskalis menyebut, dengan memecat Anwar Usman, itu sebenarnya bisa menjadi pembuktian bahwa MKMK punya komitmen menjaga iklim MK tetap bersih dan kredibel.
Jika membiarkan Anwar Usman cs tetap di dalam MK, maka sama artinya dengan membolehkan pelaku nepotisme tetap memegang kuasa di ruang konstitusi.
''Dampak jangka panjangnya, tidak menutup kemungkinan jika MK di kemudian hari bisa digunakan kembali untuk kepentingan oligarki,” sambung Axel. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168
Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan
Sekjen Iwakum Sebut Dalil Pemerintah Soal Pasal 8 UU Pers Multitafsir Tak Berdasar
Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi