Saksi Ahli: Salah Alamat Jika Adukan Pelanggaran TSM ke Mahkamah Konstitusi
Saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Heru Widodo menyampaikan pendapatnya di sidang MK (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Saksi ahli yang diajukan kubu Jokowi-Ma'ruf, Heru Widodo mengungkapkan jenis pelanggaran yang disebut-sebut terukur, sistematis, dan masif (TSM) seharusnga diajukan ke Bawaslu. Lalu disengketakan ke Pengadilan Tinggi Usaha Negaran (PTUN).
Menurut ahli hukum tata negara ini jika diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), maka kuranglah tepat.
"Pelanggaran terukur yang menyangkut syarat pencalonan diajukan ke Bawaslu dan disengketakan melalui peradilan TUN. Pelanggaran TSM diproses pengaduannya dan diputuskan oleh Bawaslu," kata Heru di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6).
Lebih lanjut Heru mengatakan, apabila peserta pemilu disanksi karena terbukti TSM maka dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA).
"Untuk perselisihan hasil pemilihan serentak, sesuai UUD 1945, diselesaikan di Mahkamah, sedangkan perselisihan hasil pemilukada serentak diselesaikan di badan peradilan khusus," tutur Heru.
Heru Widodo menjelaskan hal itu terkait dengan pembaharuan regulasi atau pengaturan dalam UU Pemilukada Serentak 2015 dan UU Pemilu Serentak 2017.
Menurutnya, pembentukan Undang-Undang itu menjadikan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam periode penyelesaian PHPUD 2008-2014 sebagai sumber rujukan pembentukan undang-undang.
"Berbagai pembaharuan, di antaranya tentang penyelesaian pelanggaran, tindak pidana, dan sengketa pemilihan, termasuk di dalamnya penyelesaian pelanggaran kode etik maupun pelanggaran TSM, disertai penguatan lembaga dan pengaturan batas wewenang penyelesaian," ujar Heru.
Sementara itu, Ketua tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra menilai keterangan ahli hukum, Heru Widodo mampu mempertegas permohonan BPN Prabowo-Sandi tidak jelas.
"Selayaknya dinyatakan tidak dapat diterima dan secara pokok perkara permohonan ditolak untuk seluruhnya," kata Yusril.
Yusril melanjutkan, tuduhan kecurangan jika di kabupaten atau kota bisa jadi terjadi pelanggaran.
"Tapi kalau untuk Presiden, setidak-tidaknya harus terbukti di kabupaten/kota Indonesia atau setengah provinsi," jelas Yusril.
Namun, lanjut Yusril, dalam dalil permohonan tidak pernah menyatakan itu.
"Makannya kami menanggap permohonan pemohon itu tidak beralasan hukum. Karena itu cukup beralasan Mahkamah Konstitusi menolak," ungkap Yusril.
BACA JUGA: Jika Digelar Depan Gedung MK, Halalbihalal Akbar Alumni 212 Dilarang Polisi
BW Tuding Saksi Kubu Jokowi Banyak Tutupi Fakta
Yusril juga menceritakan, tuduhan terstruktur sistematis dan massif tak relevan terjadi di Indonesia.
Ia mencontohkan saat menjadi Menteri Kehakiman dan HAM pernah mengikuti forum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membahas soal genosida di Yugoslavia dengan tertruktur sistematis dan masif.
"Nah, kalau sekarang diadopsi di UU Pilpres jadi pelanggaran TSM itu enggak nyambung. Saya paham betul, karena saya bikin soal pengadilan UU pengadilan HAM. Saya tahu soal itu," tutup Yusril Izha Mahendra.(Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Yusril Usulkan Pembatasan Status Tersangka Maksimal 1 Tahun dalam Revisi KUHAP
[HOAKS atau FAKTA]: Menko Yusril Mengamuk dan Minta Relawan Jokowi yang Bikin Gaduh Segera Ditangkap dan Dibubarkan Tanpa Ampun
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168
Indonesia Setuju Pulangkan 2 Terpidana Mati dan Seumur Hidup Asal Belanda