Rencana Amandemen UUD 1945 Perlu Dipikirkan kembali
Pengamat Politik Hendri Satrio (MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.Com - Pengamat Politik Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menilai amendemen UUD 1945 sah saja dilakukan dan akan bisa diterima oleh semua pihak.
Syaratnya, sistem pemilihan langsung presiden tidak dikembalikan sistem pemilihan oleh MPR seperti di era Orde Baru. Saat itu, presiden dipilih oleh MPR.
Baca Juga:
"Saya kira semua setuju bahwa pemilihan langsung presiden tetap dipertahankan meskipun amendemen terbatas tetap akan dilakukan," kata Hendri kepada wartawan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (4/9).
Hendri meminta agar masyarakat benar-benar mengawasi secara serius wacana amendemen untuk haluan negara itu.
"Pengawasan publik itu wajib sehingga tahu akan kemana pembahasan haluan negara ini akan bergulir," kata Hensat, sapaan karib Hendri Satrio.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, mendorong agar sebaiknya rencana amendemen UUD 1945 untuk haluan negara itu ditunda dulu.
Alasannya, MPR sebaiknya terlebih dulu memberi penjelasan kepada masyarakat menyangkut semua detil soal haluan negara.
Baginya, adanya istilah GBHN itu akan membangkitkan lagi trauma masyarakat akan era Orde Baru. Maka itu, lebih baik dilakukan dulu kajian mendalam.
"Kita harus mencari alternatif-alternatifnya dulu," kata Nasir.
Baca Juga:
Sementara, politikus senior Partai Golkar Akbar Tanjung mengatakan, salah satu yang membuat wacana haluan negara ini adalah adanya ketakutan bahwa MPR akan kembali menjadi lembaga tertinggi negara seperti di era Orde Baru.
Mantan Ketua DPR itu juga menilai bahwa MPR tak perlu diberi wewenang menyangkut haluan negara apabila presiden mengajukan rancangan undang-undang soal rencana pembangunan berkelanjutan.
"Itu berarti sebenarnya GBHN ini belum terlalu urgen untuk saat ini," tutup Akbar Tanjung.(Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Publik Figur Dinilai Hiasi Bencana Sumatra dengan Narasi Menyesatkan, Pengamat: Hanya Memperpanjang Penderitaan Korban
MPR Rampungkan Draf Pokok-Pokok Haluan Negara, Segera Dibahas Dengan Presiden
Pemerintah Harus Bayar Utang Whoosh Rp 1,2 Triliun per Tahun, Pengamat Sebut Bisa Jadi Bom Waktu
Prabowo Ikut Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Pengamat: Bandar Mulai Ketar-ketir
Akun Medsos yang Hina Bahlil Dilaporkan ke Polisi, Direktur P3S: Sangat Tidak Etis
Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut
Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo
Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik
KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah