PKB Yakin MK Tolak Judicial Review Sistem Proposional Terbuka


Luqman Hakim. Foto: Geraldi/nvl/DPR RI
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) diyakini akan menolak gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berkaitan dengan sistem proporsional terbuka.
"Saya haqqul yakin, MK tidak akan mengabulkan sebagian atau keseluruhan dari petitum yang diajukan para penggugat," ucap politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim di Jakarta, Jumat (6/1).
Baca Juga
Tolak Sistem Proporsional Tertutup, NasDem Ajukan Diri Jadi Pihak Terkait ke MK
Menurut Luqman, para penggugat tak paham soal kepemiluan. Hal itu terlihat dari gugatan yang disampaikan yang dinilainya tak masuk akal.
"Kurang memiliki penguasaan ilmu kepemiluan, gagal memahami alur pemilu, sehingga petitum yang mereka ajukan terlihat irrasional, absurd dan kacau," ujarnya.
Luqman menilai apabila petitum yang diajukan penggugat dikabulkan MK, maka akan terjadi kekacauan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.
Hal itu dikarenakan penggugat meminta agar Pasal 420 UU Pemilu huruf (c) diubah menjadi “Hasil pembagian sebagaimana dimaksud pada huruf b diurutkan berdasarkan nomor urut.”
Adapun naskah asli UU berbunyi: “Hasil pembagian sebagaimana dimaksud pada huruf b diurutkan berdasarkan jumlah nilai terbanyak”.
Kemudian, para penggugat mengajukan agar Pasal 420 huruf (d) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Baca Juga
Sistem Proporsional Terbuka Dinilai Suburkan Demokrasi Liberal dan Disenangi Oligarki
Naskah asli huruf (d) Pasal 420 UU Pemilu ini berbunyi: “nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama, nilai terbanyak kedua mendapat kursi kedua, nilai terbanyak ketiga mendapat kursi ketiga, dan seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi.”
Luqman menjelaskan bahwa pasal 420 UU Pemilu ini mengatur tatacara konversi suara menjadi kursi partai politik di satu daerah pemilihan dengan metode Sainte Lague, yakni suara sah yang diperoleh setiap partai dibagi dengan bilangan ganjil mulai dari 1, 3, 5, 7 dan seterusnya.
"Perhitungan ini untuk menentukan apakah partai politik berhak mendapatkan alokasi kursi parlemen dan berapa jumlah kursi yang berhak diperoleh," jelas dia.
Oleh karena itu, kata Lukman, yang berhak atau tidaknya partai politik mendapatkan kursi parlemen didasarkan pada nilai terbanyak hasil suara sah partai politik yang telah dibagi dengan angka 1, 3, 5, 7 dan seterusnya dan bukan didasarkan pada nomor urut partai politik.
"Di sini, terlihat para penggugat mengalami lompatan logika, terburu-buru, tidak cermat, tidak memahami alur pemilu sehingga mengalami kekacauan pemahaman dari substansi aturan pembagian kursi kepada partai politik tiba-tiba lompat kepada siapa calon yang berhak menempati kursi tersebut," kata Luqman.
Ia kembali menegaskan bahwa menghapus huruf (d) Pasal 420 ini, akan menyebabkan kebuntuan dan kekacauan pemilu, karena tidak ada lagi aturan yang menjadi pedoman bagaimana membagi kursi parlemen kepada partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan.
"Dengan demikian, jika MK mengabulkan petitum para penggugat terhadap Pasal 420 huruf (c) dan (d), maka Pemilu 2024 mendatang tidak bisa menghasilkan kursi parlemen bagi semua partai politik peserta pemilu. Kacau, ‘kan," ujarnya.
Kendati demikian, Luqman percaya dengan keilmuan dan integritas hakim-hakim MK. Para hakim MK pasti memahami dengan komprehensif seluruh petitum yang diajukan para penggugat dan akibat-akibat apa yang akan ditumbulkan bagi pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.
"Dengan demikian, maka pelaksanaan Pemilu 2024 tetap akan menggunakan sistem proporsional terbuka. Tidak akan berubah menjadi proporsional tertutup sebagaimana keinginan para penggugat," tutup dia. (Pon)
Baca Juga
Anggota DPR Minta Dilibatkan dalam Judicial Review Sistem Proporsional Terbuka
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis

Sri Mulyani Buka Suara usai Rumahnya Dijarah, Minta Masyarakat Ajukan Judicial Review ke MK

Prabowo Perintahkan Anak Buahnya Pelajari Putusan MK yang Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan

MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan

Iwakum Hadiri Sidang Perdana Uji Materi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi

Iwakum Minta MK Pertegas Pasal Perlindungan Wartawan di UU Pers

Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas

Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK, Disebut Orang Kredibel

Dinilai Menguntungkan dari Sisi Bisnis, Legislator PKB Usulkan KAI Sediakan Gerbong Khusus Merokok

Legislator PDIP Ingatkan Inosentius Jangan Hantam DPR Setelah Jadi Hakim MK
